Minggu, 12 Juni 2011

Islam Agama Damai

rifani89.deviantart.com
Dalam setiap persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya dan semua sisi Islam mendapat posisi yng dipojokkan. Mestinya mereka sadar bahwa Islam agama yang damai indah namun tetap menempatkan posisinya sesuai batasan yang dihalalkan dalam agama Islam. Tak mungkin makhluk yng jahat akan menjadi baik, teroris akan lebih jahat jika mereka diperlakukan dengan kejahatan pula...yg terbaik diskusikan dengan kepala dingin jangan ada sentimen agama. Apalagi Idonesia "maaf" 80% muslim jika muslim selalu disalahkan akan ditakutkan timbul reaksi yang lebih berbahaya.
hanya-catatan.com

Yang lebih naif lagi ketika muslim adalah agama minoritas seperti di india, mereka banyak yang dibunuh, palestina dibantai, tapi apa kata mereka yg pandai berkata-kata tapi rata-rata mereka buta mata dan hati mereka juga telah dibutakan oleh kepentingan dunia.

Siapa saja yang berpendidikan jangan sebarkan opini yang menyesatkan kendalikan emosi dan satukan tekat untuk menjaga persaudaraan karena persaudaraan yang akan menjamin kemulyaan dan kesuksesan hidup.

Ayo bergandengan tangan  bersama, selamatkan Indonesia dari perpecahan karena tidak ada nikmatnya ketika perpecahan terjadi, dalam perang tak ada yang diuntungkan justru banyak mayat yang tak berdosa berjatuhan. Sedangkan pengadilan Tuhan tetap akan menghukum siapa yang mendahului dan yang melawan dengan membabi buta.
Keinsyafan dan kesadaran sebagai manusia yang mempunyai nilai manusiwi atau humanis akan meletakkan hati, dan logika sebagai sikap prefentif sebelum segalanya terjadi.

Dulu dan Kini

Dulu...jika aku melintasi jalan-jalan setapak yang becek setelah hujan, masih terdengar suara-suara alunan ayat-ayat suci AlQur'an. Kini meski aku berjalan di atas aspal yang begitu mulus tak lagi ku dengar suara itu, hanya suara imam yang  memuji Tuhan, Bershalawat di dalam surau atau mushola....sayang tidak ada yang peduli dengan panggilan itu. Kini berganti suara musik keras, rock, pop, dugem dan ditemani sebotol minuman beralkohol.

Dulu...jika aku masuk di tempat yang aku asing di sana, setiap orang yang melihatku menunjukkan wajah dengan senyum dan mimik yang tenang, damai dan ramah serta sapaan yang membuatku seperti masuk dalam rumah sendiri. Namun kini....yang ada adalah auman suara kendaraan, dan anak-anak yang mengatasnamakan dirinya anak gaul, dengan wajah penuh antipati, kebencian dan rasa curiga dan tak satupun wajah menunjukkan senyuman, sapaan hangat hingga aku merasa masuk ke dalam sarang harimau.

Dulu...meski rumah-rumah masih memakai lampu minya dengan cahaya redup bahkan setiap rumah penu dengan canda tawa dan sukacita dan kurasakan begitu hati mereka damai meski dengan penerangan seadanya. tapi kini meski rumah-rumah diterangi lampu terang benderang duka cita, ratapan, penyesalah, kebencian, permusuhan dan hati mereka dalam kegelapan.

Dulu...meski anak-anak bersekolah dengan jalan kaki, mereka bergitu bahagia, senyuman merekah dari wajah-wajah muda dengan impian masa depan gemilang meski terkadang impian mereka sederhana aku ingin membantu ayah dan ibuku cari uang. Tapi kini...meski kendaraan mewah tak henti-hentinya melintasi jalanan tak ada lagi keceriaan, harapan dan impian karena terlanjur jatuh karena godaan kemewahan dan kesenangan sesaat hingga begitu banyak orang tua yang akhirnya putus asa dan kehilangan karena anak yang menjadi impian hilang ditelan modernisasi.

Dulu...meski rumah bambu reot tampak keharmonisan dalam rumah tangga mereka, sedikit sekali terdengar tangis karena tak ada harapan yang tak terwujud karena impian yang sederhana. Tapi kini...dalam rumah yang serba mewah, kendaraan mudah dimiliki ternyata rumah tangga begitu gersang, sedikit sekali mereka bercanda karena kesibukan, sedikit sekali perhatian dicurahkan kepada anak-anak mereka, dengan alasan sibuk bekerja. dan banyaknya perselingkuhan yang disebabkan sedikitnya waktu mereka tuk bisa berbagi.

Dulu...orang tua begitu bangga dengan anak-anaknya walau hanya sebagai kuli bangunan namun keramahan dan tutur sapa yang baik selalu mengalir dari setiap ucapan. Kini orang tua kecewa karena perbedaan pendapat orang tuapun dianggap musuh, sumpah serapah, dan menceraikan hubungan keluarga.

Dulu...meski sedikit sekali ilmu yang dimiliki namun tak sedetikpun cikir terlepas dari bibir. Kini ...meski ilmu bertumpuk-tumpuk ternyata alunan zikir tak lagi menghiasi bibir berganti dengan lagu-lagu yang melemahkan dan melalaikan hati.

Jika ingin kembali seperti dulu rasanya tak mungkin....oh Tuhan hanya Engkau yang bisa merubah segalanya jika Engkau menghendakinya....

Nuansa