Minggu, 08 Januari 2012

Pesta Tahun Baru "Mubazir"

Belum genap satu bulan pesta pergantian tahun 2012 usai dilaksanakan, ibarat setahun penuh terpuruk dalam himpitan masalah dan kesulitan hidup di akhir  tahun itu sedikit terlupakan karena semua manusia di muka bumi bersorak sorai menikmati dentuman petasan dan percikan kembang api yang membumbung ke angkasa sejenak menghanyutkan manusia menuju ke alam bawah sadar, jika boleh dikatakan semua orang lupa ingatan, tak peduli lagi pada kenyataan hidup, fakta yang suram tentang perjalanan bangsa ini meski gegap gempita pesta pora itu hanya berjalan sekejap mata.

Setiap orang seperti bermimpi dan membuat kebahagiaan palsu seakan-akan tahun baru benar-benar menjanjikan kebahagiaan dan kedamaian padahal pesta pora dan hura-hura yang dilakukan tidak lain hanya tipuan dan fatamorgana dari kebahagiaan sesaat.


Bagaimana tidak, di saat sebagian orang merasakan kebahagiaan karena telah melewati tahun 2011 menuju tahun 2012 sebagian lain menangis meratapi nasib, nasib anak cucunya yang tidak jelas apakah tahun masa depan mereka semakin baik atau tidak? Atau suami meratapi keadaan istri dan sebaliknya istri meratapi keadaan suami apakah prilaku dan rezeki tahun ini akan bertambah baik atau bertambah suram. Begitu pula ratapan orang-orang yang rumahnya hancur karena musibah yang menimpanya dan tanaman-tanaman yang sedianya menjadi sandaran ekonomi yang ternyata ludes dilahap banjir dan hama penyakit atau harga-harga bahan pokok yang tak menentu. Semua seakan menghiasi fikiran insan yang mestinya di tahun ini ikut berbahagia ternyata duka nestapa yang menghinggapi mereka.

Pesta pora, ledakan petasan, percikan kembang api seakan bumbu wajib dari hidangan pembuka awal tahun baru karena mereka beranggapan semua tak berarti tanpa pesta pora meskipun kenyataan hanya perbuatan yang sia-sia (mubazir) dan tidak menghargai bagaimana kepedihan kaum dhuafa dan orang-orang yang tengah mengalami kesulitan hidup.

Mengapa pesta pora, ledakan petasan  dan percikan kembang api yang disuguhkan tidak diganti saja dengan sikap sederhana dan instropeksi diri, apakah tahun baru akan menjadikan manusia baru, ekonomi yang baru, kesejahteraan yang baru dan terpenuhinya hajat hidup orang banyak yang tak hanya berpihak pada kaum berdasi?

Inilah yang mestinya menjadi skala sikap dari setiap warga bangsa dan menunjukkan empati yang mendalam terhadap kesulitan orang lain bukan malah menunjukkan kekayaannya, kemewahannya padahal disekelilingnya penuh dengan kemiskinan. Karena apalah artinya pesta pora, hura-hura yang ditunjukkan ternyata hanya bualan dan sikap foya-foya yang ternyata semakin mematikan hati hingga sedikit sekali orang yang bertanggung jawab pada lingkungannya dan bangsanya.