Jumat, 27 Desember 2013

Momentum Tahun Baru 2014 dan Refleksi Bencana Tsunami Aceh 2004







78. karena itu mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.(QS Al A’raaf: 78)


Penulis: M. Ali Amiruddin, S.Ag
Pengajar di SLB N Metro


Bismillahirrohmaanirrohiim

Sebentar lagi, semua orang akan memperingati Tahun Baru Masehi 2014. Pada saat itu semua orang berlomba-lomba membuat malam tersebut menjadi gegap gempita, riuh, tepuk tangan pun membahana dan tak ketinggalan di event tersebut yang paling ditunggu-tunggu adalah di ledakkannya petasan, kembang api yang menyala-nyala di angkasa, suara terompet tanda tahun telah berganti tepat pukul 00.00 WIB semua negara pun tak ketinggalan menghidupkan sirene sebagai tanda berakhirnya tahun tersebut dan dimasukinya tahun yang baru.

Ada yang menarik dalam peringatan tahun baru tersebut, di mana setiap orang memiliki impian, harapan dan cita-cita yang akan diraihnya ketika tahun pun berganti. Ada yang ingin melanjutkan pendidikan, ada yang menikah, ada yang ingin ke luar negeri, berangkat haji atau umroh, ingin menjadi penulis dan ada pula yang sederhana ingin memperbaiki rumah tangganya yang sempat mengalami kegoncangan. 

Semua impian dan cita-cita serta harapan meluncur dari lisan-lisan mereka namun ada pula yang tak dapat mengucapkan satu patahpun kata untuk tahun depan. Kenapa? Karena mereka merasa tahun ini atau tahun depan sama saja. Kehidupan mereka tidak berubah karena kemiskinan yang menjerat. Bahkan semakin tahun berganti justru kemiskinan semakin memberatkan lantaran harga kebutuhan pokok semakin mahal sedangkan usaha yang dilakukan tidak semakin baik. Mereka yang menganggur pun sama saja tidak pernah mendapatkan pekerjaan yang memadai. Dan mereka yang sudah bekerja, ternyata kehidupan mereka tidak juga berubah. Pasalnya karena hasil dari bekerja ternyata tidak pula dapat memenuhi impian dan cita-citanya. Jangankan bermimpi menjad ini dan itu,bermimpi beras di rumah tak pernah kosong pun terlalu berat untuk di lalui.

Sebuah kesenjangan antara kaum miskin dan kaum kaya. Mereka yang kaya mampu menyulam dan merangkai mimpi-mimpi seperti yang mereka inginkan. Lain halnya yang berada di bawah garis kemiskinan, berubah dan tidaknya tahun ini tetap sama saja tidak ada yang berbeda.
Apakah kaum miskin tidak boleh bermimpi? Sepertinya tidak juga kan? Karena bermimpi itu milik semua orang. Andaikan tahun ini mimpinya belum tercapai boleh jadi Tuhan tengah menunggu usaha dan kesabaran kita hingga mimpi-mimpi itu Tuhan wujudkan. Tergantung sejauh mana kita mau berusaha dan bersabar serta berdoa agar mimpi­-mimpi itu dapat diwujudkan.

Akan tetapi, di antara sederet mimpi dan cita-cita yang diucapkan, amat sedikit yang memimpikan dirinya menjadi manusia yang semakin taat beragama, menjadi dermawan, menjadi semakin shaleh  dan tentu saja menjadi manusia yang bermanfaat tuk sesama. Sehingga ketika mimpi tersebut sama sekali tidak bersinggungan dengan konteks sosial sepertinya meskipun tahun berganti tetap tidak memberikan makna apapun selain hanya menumpuk-numpuk uang tanpa memberikan manfaat kepada orang lain.

Anehnya lagi, ketika masyarakat miskin tengah dalam kesusahan, kehidupan yang serba sulit, ternyata ketika tahun baru justru mereka berlomba-lomba dalam kemaksiatan. Mereka menghambur-hamburkan uang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Dan yang lebih parah lagi di antara muda-mudi itu justru menggunakan malam tahun baru untuk menebarkan kesesatan dalam pergaulan. Mereka melakukan mesum dengan pasangan kencannya, narkoba, minum-minuman keras dan pesta-pesta yang mirip dengan pestanya orang yang kesetanan. Maka pantas saja di tahun baru justru malah terjadi banyak bencana namun sayang sekali sedikit sekali yang menjadikan bencana sebagai pelajaran.



Video : Rekaman Bencana Tsunami Aceh 2004 /YouTube

Jika kita mengingat kembali betapa menyedihkannya bencana Tsunami Aceh beberapa tahun yang lalu, tepatnya 26 Desember 2004 yang telah merenggut banyak korban. Korban tidak hanya dari golongan pembuat maksiat tapi juga golongan anak-anak yang tidak berdosa. Tidak hanya puluhan tapi ribuan nyama melayang karena terjangan tsunami yang meluluh lantakkan sebagian dari wilayah Aceh. Dampaknya sampai saat inipun meninggalkan trauma, ketakutan, bahkan ada pula terkena gangguan jiwa karena tidak mampu menerima kenyataan bahwa harta benda dan keluarganya telah musnah ditelan bencana. 

Tidak hanya nyawa yang dikorbankan, semua harta benda pun telah hancur dalam hitungan jam. Padahal ketika kita mencarinya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Bertahun-tahun dikumpulkan agar kehidupan menjadi lebih baik. Namun, karena musibah tersebut semuanya sirna begitu saja tanpa sisa.

Dahsyahtnya bencana Tsunami dan berbarengan dengan menjelang tahun baru di mana muda-mudi yang asyikan dengan pergaulan bebas mereka, sex bebas dan penggunaan narkoba serta perzinahan di mana-mana mungkin menjadi satu peringatan bahwa tidak ada yang dapat hidup bebas dengan keinginan sendiri. Akan tetapi, kehidupan seseorang tetap di bawah kendali dan pengawasan Allah SWT. Sehingga jangan dianggap dengan kehidupan bebas tersebut, kita dapat melakukan kebebasan tanpa batas melanggar norma-norma agama.


Video: Rekaman Tunami Jepang 2011 / YouTube

Tahun 2004 yang lalu Bencana Tsunami menerjang Indonesia, dan tidak lupa pula di tahun 2011 Jepang harus diluluh lantakkan oleh gempa bumi dan terjangan tsunami yang juga mengakibatkan banyak korban. Dan belum lama ini 10 November 2013 badai topan haian menerjang sebagian wilayah Philipina yang juga membunuh banyak orang serta memporak-porandakan sarana dan prasarana di sana sepertinya sudah cukup bukti bahwa Allah SWT adalah maha segala-galanya. Tidak ada satupun dapat mengelak dari kuasaNya. Bahwa sehebat apapun kita dan sebanyak apapun harta benda kita hakekatnya amat kecil dibandingkan dengan Kuasa Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Video : Rekaman Badai Topan Haian di Philipina 2013/ YouTube
Bukan bermaksud menafikan kepedihan yang dialami korban bencana tersebut, akan tetapi sebagai sebuah catatan bahwa dunia ini tidak ada yang kekal dan tidak ada yang bebas sebebas-bebasnya tanpa aturan Tuhan. Karena bukan tidak mungkin ketika kesesatan dan kemaksiatan merajalela maka kita semua akan menjadi korban berikutinya. Korban dari bencana dan peringatan Tuhan atas kelalaian kita dalam menyembahNya. 

Wallahua’lam bish shawab
Wassalam

Kamis, 19 Desember 2013

Film Anak-anak Muslim, Cara Sederhana Mengajarkan Kesantunan

Jaman modern saat ini, merupakan saat-saat umat Islam mulai membidik media dakwah yang mudah dan mengena yaitu media film anak-anak muslim.

Film yang tentu saja diramu dan di format dengan setting awal mengenalkan ajaran Islam kepada generasi muda khususnya anak-anak, sekaligus sebagai sarana edukasi agar generasi calon pengganti kepemimpinan nasional tetap dapat terawasi serta dapat dibekali dengan semangat keIslaman. Tentu saja harus memegang prinsip ke-Indonesiaan. Mengapa demikian, karena tontonan inilah sejatinya yang saat ini menjadi alat paling efektif untuk memperkenalkan Islam kepada generasi muda Indonesia.
Meskipun corak film merupakan Islam ala Indonesia juga harus merupakan perwujudan dan manivestasi dakwah Islam yang selalu menekankan nilai rahmatan lil 'alamin, cinta kasih dan perdamaian bagi sesama umat manusia.

Jika kita melihat begitu banyak film anak-anak yang sepertinya telah membanjiri pasar, tidak hanya di televisi yang setiap hari anak-anak dapat melihat secara bebasnya sebuah hiburan, namun dalam kemasan yang ciamik tersebut ternyata ada banyak film yang justru menjerumuskan generasi muda pada sikap yang jauh dari nilai-nilai Islam yang tentu saja jauh dari keteladanan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Sebagaimana kita ketahui bahwa hampir setiap hari, bahkan setiap jam, di televisi dan layar lebar berganti-ganti tayangan yang berbau kesyirikan, kenakalan dan tentu saja ide-ide yang dibawa dalam racikan film tersebut sangat bertentangan dengan konsep Islam. Hal ini tidak dapat dianggap sepele, lantaran rata-rata film anak-anak tersebut diproduksi oleh orang-orang yang rata-rata non muslim, bahkan ada pula di antara pembuat film itu seorang atheis yang tentu saja mempunyai misi besar agar anak-anak ini, khususnya generasi muda Islam dapat dijauhkan dari agamanya. Tidak hanya sampai di situ, bahkan di antara film-film tersebut berusaha membentuk karakter yang seringkali jauh dari nilai akhlak yang terpuji.

Era '80 an yang lalu, dan efeknya sampai saat ini masih terasa adalah dibuatnya sebuah film kartun dengan karakter seekor hewan. Di mana pemeran film tersebut adalah seekor kucing dan tikus yang setiap hari mempertontonkan adegan kekerasan, tingkah jahat dan terkesan keji terhadap makhluk lainnya. Misalnya film Tom And Jerry yang sempat menjadi film box office dengan banyaknya anak yang menyukai film kekerasan versi anak-anak ini.  Meskipun kesan kekerasan tersebut sangat tampak namun sengaja dibungkus dengan rapi karena pemerannya adalah seekor hewan. Akan tetapi, tidak hanya kekerasan yang ditunjukkan, lebih dari itu justru ada banyak adegan mesum seekor kucing dan tikus yang saling berciuman dan tindakan mesum lainnya yang sengaja dipertontonkan kepada anak-anak yang tentu saja akan berdampak secara psikologis.

Karena film tersebut, sedikit demi sedikit anak-anak yang masih suci dan polos harus diajarkan bagaimana memukul teman-temannya, dan tentu saja yang lebih berbahaya adalah pertunjukan mesum yang dibungkus dengan amat rapi. Sehingga banyak penonton khususnya orang tua yang terkecoh akan kelucuan dan kekonyolan yang ditunjukkan masing-masing tokoh dalam film tersebut. Dampaknya yang dapat kita rasakan adalah semakin banyak anak-anak yang bersikap brutal, suka memukul, membuat keributan dan akhir dari pesan amoral tersebut adalah anak-anak yang menyukai kekerasan, mereka menjadi sosok yang tega pada saudaranya, memukul meskipun pada hal-hal yang sangat sepele, banyak pergaulan bebas yang terjadi pada anak-anak di bawah umur. Sejatinya semuanya berdasarkan tontonan yang setiap hari menjadi konsumsi wajib bagi anak-anak.

Buntut dari ide cerita yang tak sepatutnya dipertontonkan tersebut adalah semakin banyak anak-anak yang kehilangan moralnya, perilaku sex bebas dan tentu saja kebejatan yang tentu saja buah dari kesuksesan atas misi besar para penyebar kesesatan.

Dan yang membuat miris adalah jam tayang film tersebut biasanya disaat waktu menjelang maghrib dan di saat anak hendak berangkat sekolah Anak-anak biasanya harus belajar Alqur'an harus kehilangan waktunya lantaran asyik melihat film kekerasan dan mesum versi anak-anak ini. Adapula film Little Krishna yang juga menampilkan ajaran dewa-dewi yang tentu saja berbahaya bagi aqidah anak-anak muslim. Serta ada banyak lagi film-film yang tentu saja memiliki visi terkait agama tertentu yang tentu saja membahayakan aqidah anak-anak Islam di masa mendatang.

Dan masih banyak lagi film anak-anak yang saat ini beredar luas dan dapat dinikmati oleh anak-anak Indonesia yang tentu saja membawa dampak negatif dan tentu saja berbahaya bagi generasi muda Islam yang sudah mulai jauh dari nilai-nilai Islam.


Apa yang semestinya kita perbuat?

Berdasarkan paparan di atas, sejatinya umat muslim mempunyai agenda besar untuk menciptakan sebuah film yang bergenre kasih sayang bagi anak-anak muslim karena dengan film-film yang berisi dakwah dan tentus aja mengajar keshalehan inilah hakekatnya ancaman kemorosan moral dapat dicegah sedini munkin.

Merekrut ahli-ahli komik beragama Islam agar mereka dapat memainkan perannya menciptakan komik dan film kartun anak-anak Islam yang berisi dakwah dan kajian tentu saja ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi masa depan anak-anak Islam.

Membiayai perusahaan film nasional yang bernafaskan Islam dengan sistem perbankan syariah sehingga kreativitas mereka dapat diimplementasikan dalam wadah pencipta film dan komik muslim.

Mengadakan perlombaan film kartun muslim dengan harapan para penulis karya film anak-anak ini memili antusiasme dan tentu saja memiliki ruang untuk berkekspresi sekagis dapat meningkatkan ekonomi masyarakat muslim.

Membuat sebuah film sejatinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu butuh pola manajemen produksi dan tentusaja manajemen pemasaran produk agar film bernuansa Islam dapat diterima di seantero masyarakat muslim pada khususnya, dan kepada penyuka film anak-anak pada umumnya seluruh dunia.

Akan tetapi sepertinya harapan ini tidak serta merta dapat terjadi, akan tetapi tergantung niat dan kerja keras para pemilik sinema dan produsen film muslim. Serta didukung juga oleh para seniman dan para pembuat film tradisional. Jika film tersebut merupakan film komik tentu saja dukungan komikus-komikus muda berbakat yang dapat mewujudkan ide cemerlang dan bernuansa dakwah tentunya.

Oleh karena itu sepatutnya lembaga-lembaga Islam nirlaba menjadi sponsor dan tentu saja sebagai insvestor agar film islami layak tonton dapat menlurkan hasil karya yang sangat bermanfaat bagi anak-anak.

Langkah yang sepatutnya dilakukan orang tua terhadap film-film berbau kesyirikan, kekerasan dan mesum adalah:

Jangan pernah membiarkan anak-anak menikmati tontonan kesyirikan, kekerasan dan mesum yang disuguhkan oleh tayangan film tersebut. Karena sekali saja orang tua lalai, maka akibatnya justru generasi muda Islam yang akan menjadi korban. Bukan hanya anak-anak dan orang tua yang rugi, akan tetapi seluruh generasi Islam yang turut menjadi korban.

Mendampingi dan mengawasi tontonan anak-anak, dan memilihkan tontonan yang layak dan tentu saja film yang mengajarkan tentang nilai-nilai Islam yang luhur.

Dalam firman Allah disebutkan:

Kullu mawluudin yuladu 'alal fithroti faliabawaihi yuhawidaanihi, aw yunashironihi aw yumajisanihi. 

Setiap anak yang terlahir dalam keadaan suci, dan tergantung ayahnyalah anak-anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.

Wassalam.

Sabtu, 30 November 2013

Madrasah Tetap Menjadi Sekolah Teladan

13787076761790565938
Ilustrasi : Siswa Madrasah / republika.co.id



Seringkali kita melihat secara langsung maupun melalui siaran berita tv begitu banyaknya anak-anak sekolah yang melakukan tawuran di jalan raya, tidak hanya setingkat sekolah dasar, sekolah tinggipun tidak ketinggalan. Aktifitasnya juga dapat dibilang teratur, hal ini terlihat hampir setiap hari anak-anak ini terlibat adu jotos, bahkan di antara anak-anak yang bersitegang harus meregang nyawa. Kondisi ini pun tidak hanya terjadi di ibukota yang notabene rutin terjadi tawuran. Bahkan di daerah-daerah tidak kalah ketinggalan melakukan pelanggaran aturan sekolah yang semestinya tidak dilakukan.

Tidak sampai di situ, banyak juga anak-anak usia sekolah yang terbiasa melakukan sex bebas, penggunaan narkotika, minim-minuman keras, merokok, bahkan ada pula yang terlibat aksi kejahatan dan anehnya tidak sedikit yang secara terbuka dan terang-terang diekspos dimedia massa. Tentu saja kenyataan ini amat memprihatinkan dan tentusaja menjadi problem dan tanda tanya besar bagaimana sebenarnya program pendidikan kita.

Jika dilihat akar permasalahannya sebenarnya konflik anak sekolah ini didasarkan pada bentuk pendidikan kita yang seakan-akan kering nilai agama dan keteladanan. Sehingga semakin lama semakin terlihat peningkatan tingkat kejahatan yang melibatkan anak-anak sekolah yang tentunya membuat orang tua mengelus dada, khawatir sekaligus prihatin dengan kondisi yang semakin lama semakin runyam.

Sebagaimana dalam kurikulum sekolah umum, rata-rata mereka mendapatkan dua jam pelajaran dalam seminggu itupun dikurangi lima menit setiap pertemuan, selain hanya dua jam ternyata dalam proses pembelajarannya justru hanya mementingkan aspek kognitif saja dan melupakan aspek afektif maupun psikomotorik. Jadi akibatnya meskipun anak-anak sekolah ini cerdas di sekolah ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat akhlaknya di sekolah, di rumah maupun di lingkungan sekitar.

Jika dilihat dari prestasi sekolah, anak-anak yang melakukan tawuran, nilai ujian mereka tidak kurang dari 7 (tujuh) akan tetapi faktanya kenakalan mereka malah lebih mendominasi aktifitas harian dan seakan-akan nilai yang diperoleh disekolah tidak memberikan manfaat sama sekali dengan prilakunya.

Kenapa ini bisa terjadi? Apakah saat ini sekolah umum tidak dapat menjadi tolok ukur keberhasilan dalam pendidikan prilaku melihat minimnya pendidikan agama?

Jika melihat persoalan di atas tentu saja membutuhkan kajian yang tidak sedikit, lantaran banyak idiom dan indikasi yang ikut terlibat dalam pembentukan budi pekerti anak.

Anak sekolah merupakan aset berharga yang tidak dapat dianggap sepele atau dianggap persoalan gampangan di mana dalam menangani aset ini pun tidak dapat dilakukan dengan serampangan, yakni musti diawali dari asal mula anak ini hadir, yakni lingkungan keluarga. Ada banyak kejadian kenakalan bahkan kriminalisasi yang melibatkan anak-anak sekolah, di mana rata-rata mereka berasal dari keluarga yang kurang bahagia, sedikitnya perhatian, dan tidak tercukupinya kebutuhan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya.

Kurang bahagia ini bisa berasal dari keluarga yang mampu, akan tetapi karena perhatian kepada anak-anak mereka sangat kurang akibatnya, anak-anak sekolah ini berusaha mencari teman, tempat curhat bahkan mencari komunitas yang dapat dijadikan solusi kesepian mereka. Jika anak-anak ini mendapatkan tempat yang layak tentu masalahnya tidak rumit, akan tetapi jika anak-anak ini mendapatkan tempat berkomunikasi yang tidak layak maka akibatnya detik-demi detik pengetahuan dan pengalaman baru yang tergolong menyimpang amat mudah mereka dapatkan. Akibatnya tentu prilaku yang semakin lama semakin tidak terkendali menghinggapi anak-anak yang tidak berdosa namun menjadi korban akibat dosa orang tuanya disebabkan tidak begitu memperdulikan anak-anaknya.

Ada pula ketidak mampuan keluarga berdasarkan kondisi ekonomi, di mana orang tua mereka justru lebih banyak mencari kebutuhan sehari-hari meski meninggalkan anak-anaknya dirumah tanpa pengawasan yang baik. Bahkan yang lebih miris lagi ketika anak-anak harus mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh dari orang-orang di lingkungan mereka seperti mengikutsertakan anak dalam dunia kejahatan atau mengajak anak-anak untuk mengemis di jalanan.

Sungguh keadaan ini amat mengkhawatirkan, di mana anak-anak sekolah yang semestinya menjadi aset berharga justru menjadi sumber petaka, ibarat bom waktu yang suatu saat akan meledak seiring semakin bertambahnya usia mereka dan tingkat pola prilaku menyimpang yang terjadi pada anak-anak.

Faktor lain selain keluarga adalah lembaga pendidikan. Seperti yang saya sebutkan tadi rata-rata kurikulum di Indonesia hanya menempatkan agama sebagai pelengkap materi pelajaran di sekolah, dan tidak menjadikannya sebagai materi pokok yang harus diajarkan di sekolah. Karena keadaan ini mau ataupun tidak anak-anak hanya mendapatkan pendidikan agama yang sedikit sekali dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang kurang bersinggungan dengan kerohanian.

Akibat dari sedikitnya kurikulum memfasilitasi pendidikan agama di sekolah adalah anak-anak yang cerdas dari segi pengetahuan umum namun mereka lemah dari sudut agama dan budi pekerti yang mulia.
Jika dilihat dari faktor pelanggaran anak-anak sekolah baik pelanggaran aturan sekolah maupun perbuatan kriminal justru sedikit sekali menimpa anak-anak dari sekolah madrasah. Hal ini disebabkan dalam sekolah madrasah, mata pelajaran agama sangat mendominasi struktur materi pelajarannya dibandingkan pelajaran umum. Akibatnya justru anak-anak akan lebih banyak menerima pendidikan yang bernuansa keteladanan dan budipekerti dibandingkan sekolah-sekolah umum lainnya.

Fakta ini menjadi pondasi penilaian bagi masyarakat bahwa sekolah agama (madrasah) tidak dapat dipandang sebelah mata. Hal  ini terjadi karena selama ini orang tua justru lebih percaya dengan sekolah reguler bukan madrasah lantaran mereka mengganggap dengan mereka menyekolahkan anaknya di SMU / SMK akan lebih menjanjikan dari segi masa depannya dibandingkan disekolahkan di madrasah. Tentu saja anggapan ini sangat keliru, karena berdasarkan prestasi akademik tidak sedikit anak-anak madrasah yang menjuarai lomba sain internasional, penemu dalam bidang IPA (Biologi, FIsika maupun Kimia) dan seabrek prestasi yang diperoleh anak-anak madrasah yang tentu saja diakui di tingkat dunia.

Selain itu banyak tokoh-tokoh publik yang dilahirkan dari madrasah dan mereka memberikan sumbangsih dari segi pengetahuannya demi kemajuan negeri ini yang tentu saja tidak dapat disebutkan satu persatu. Namun demikian memang tidak dapat dipungkiri keberadaan sekolah madrasah unggulan masih sedikit dibandingkan sekolah reguler yang tentu saja akan mempengaruhi kualitas pendidikan agamanya.

Salam


Jumat, 29 November 2013

Polwan Berjilbab, Semoga Karena Ibadah dan Bukan Latah


Polwan Berjilbab / Republika.co.id


Trending berita beberapa hari ini adalah menyangkut dikenakakannya jilbab oleh Polwan di satuan POLRI yang tentunya isu tentang permohonan diperbolehkannya jilbab oleh seorang anggota kepolisian sudah banyak dilakukan oleh polisi wanita di luar negeri. Karena keberadaan jilbab yang nota bene merupakan identitas Islam sepertinya sudah menjadi identitas tersendiri bagi aparat keamanan dari jenis kelamin perempuan. Walaupun pemakaian jilbab mendapatkan tanggapan yang beragam baik berupa tanggapan yang menilai positif penggunaan hijab atau kerudung ini dalam dinas kepolisian atau bahkan sebaliknya berisi sangkaan negatif.

Beberapa tanggapan positif dan negatif yang muncul baik di tengah masyarakat maupun di jagat media adalah disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang menganut bermacam-macam  agama. Sehingga dengan penggunaan jilbab tersebut terkesan Indonesia telah di-Islamkan. Padahal kita tahu kebebasan beragama amat dijunjung tinggi dalam negara berbhineka tunggal ika ini. Apalagi saat ini pemakaian jilbab merupakan sebuah trend positif dan budaya yang patut dilestarikan. Meskipun seorang berjilbab tidak menjamin seseorang itu benar-benar seorang muslim, lantaran ada banyak pelecehan terhadap Islam lantaran aksi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang berjilbab. Sehingga tidak menjamin perempuan yang berjilbab adalah seorang muslim. Setuju kan?

Penggunaan jilbab di Indonesia bagi pekerja pemerintah khususnya aparat kepolisian sejatinya sudah dilakukan oleh kepolisian di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) karena di Provisinsi di paling barat Indonesia ini memang dari awal bersikukuh ingin menerapkan syariat Islam dengan sebenar-benarnya. Sehingga pantas saja NAD menjadi provinsi yang mendapatkan spesialisasi tertentu terhadap penerapan ajaran agama Islam. Begitu pula dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah di mana karena undang-undang dan hukum yang dianut rata-rata adalah hukum Islam maka secara otomatis para Polwan pun memakai jilbab karena terikat dengan aturan yang berlaku di sana.

Kembali pada persoalan penggunaan jilbab yang menurut bahasa lain disebut hijab hakekatnya merupakan sarana untuk menutup aurat bagi muslim perempuan. Tidak memandang siapa dan darimana mereka berasal bahkan tidak memandang jenis apa pekerjaan mereka. Sehingga penggunaan jilbab ini amatlah mutlak diwajibkan oleh seorang muslimah. Akan tetapi karena memang pemahaman tentang kewajiban berjilbab serta jenis jilbabnya masih penuh pro dan kontra antara wajib dan sunnah makanya sejak dari dahulu penggunaan jilbab ini tidak diwajibkan di Indonesia. Namun akhir-akhir ini karena semakin banyaknya aksi kekerasan terhadap perempuan maka menuntut dipergunakannya jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja tujuannya untuk menghindari maksiat bagi seorang laki-laki dan kejahatan pelecehan seksual bagi seorang perempuan.

Akan tetapi bagi seorang polisi wanita, apakah penggunaan jilbab ini efektif jika dikaitkan dengan penghindaran terhadap perkara kemaksiatan? Tentu saja hal ini juga tidak perlu menjadi permasalahan lantaran dalam berdinaspun seorang perempuan dapat menyentuh lawan jenisnya dalam tanda kutip bukan berzina. Karena bersentuhan kulit  ketika bertugas adalah dima’fu’ atau dimaafkan. Seperti halnya seorang dokter wanita yang tengah mengobati pasien laki-laki yang tentu saja dapat melihat bahkan menyentuh aurat pasiennya.

Selain tidak perlu ada kekhawatiran terkait bersentuhannya seorang polisi wanita dengan korban atau pelaku kejahatan sejatinya ada banyak media yang dapat digunakan oleh seorang polisi seperti adanya sarung tangan yang jelas-jelas menghindari bersentuhannya kulit dengan yang bukan mukhrim, menghindari bersentuhan merupakan bagian dari menjaga kesucian wanita muslim atas kaum adam. 

Berjilbab jangan karena latah tapi murni ibadah

Sekali lagi bahwa penggunaan jilbab merupakan syariat agama Islam, dengan tujuan untuk semata-mata menutup aurat dan menunjukkan bukti sebagai pengabdian sebagai seorang muslim. Walaupun ada yang beranggapan bahwa penggunaan jilbab sebagai budaya bangsa Arab, akan tetapi hakekatnya menjaga kesucian wanita dari pandangan pria yang bukan mukhrim adalah diwajibkan.

Oleh karena itu barangsiapa yang mengamalkan ajaran pemakaian jilbab ini tentu saja satu bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Apalagi saat ini ada banyak pelecehan seksual yang terjadi pada kaum hawa akibat ulah dari sebagaian pria yang terangsang dengan ulah para wanita yang suka mengumbar aurat. Korbannya tidak hanya wanita yang “telanjang” saja akan tetapi wanita berjilbab pun menjadi korbannya. Sehingga pemakaian jilbab ini merupakan langkah nyata menjaga kesucian wanita dan menghindarkan diri dari syahwat seorang pria.

Sebagai institusi yang sarat dengan beban tugas yang berat, sejatinya penggunaan jilbab tidak semata-mata karena takut dibilang tidak islami, karena hakekatnya Islam itu tidak hanya ditunjukkan oleh pemakaian jilbab, karena sejatinya pembentukan kepribadian berasal dari dalam qalbu (hati) yang senantiasa terjaga kesuciannya.

Sehingga dengan menggunakan jilbab semestinya juga harus menutupi seluruh bagian tubuh wanita, termasuk menjaga kemaluan dan tentu saja menjaga hatinya. Toh, akhir-akhir ini ada banyak prilaku masyarakat berjilbab yang ternyata jauh dari nilai-nilai Islam yang kaffah, mereka menilai memakai jilbab hanya seputar trend berpakaian tapi kering dari sisi hakekat.

Rambutnya ditutupi jilbab tapi bagian tubuh yang lain ternyata diumbar dan yang lebih buruk lagi ketika rajin memakai jilbab tapi hatinya penuh iri dan kedengkian. Sehingga akhir-akhir ini ada banyak kaum perempuan yang tidak menunjukkan etika ke-jilbab-annya sebagai wanita shalehah akan tetapi menggunakan jilbab hanya sebagai kedok semata. Sesuatu yang naif dan sangat-sangat memalukan.

Pemakaian jilbab bagi seorang Polwan hakekatnya juga harus pula sebagai bagian gaya hidup yang baik dan pola prilaku yang mengikuti bagaimana mereka berpakaian. Jangan sekedar pamer mode dan unjuk model baru dalam berpakaian. Dan tidak pula latah karena ikut-ikutan gaya wanita muslim kekini-kinian. Jadi ketika mereka menunjukkan keshalehannya dalam berpakaian semestinya juga menunjukkan keshalehannya dalam berprilaku dan berkepribadian.

Wassalam

Selasa, 03 September 2013

Ketika Istri Menggugat Suami Karena Wanita Idaman Lain (WIL)


Ilustrasi : Perceraian

 
Tulisan ini terinspirasi dari kisah seorang guru, sebut namanya Bunga (bukan nama sebenarnya) ia menjalani kehidupan rumah tangganya dengan seorang suami tercinta. Suka, bahagia,kadang ada duka duka lara ia jalani, bersanding dalam mengarungi mahligai cinta yang mereka bangun semenjak mereka memulai catatan-catatan kehidupan bersama suaminya. Memang sungguh beruntung bagi Bunga memiliki suami yang setampan dan se atletis itu. Sehingga, di mana-mana sanjungan dan pujian selalu menghampirinya dan tentu saja suaminya yang keren, menyebabkan dirinya tersudut karena banyak wanita yang menggoda suaminya bahkan rela memberikan segala-galanya bagi mendapatkan cinta suaminya.

Pada awal pernikahan, di mana sebagai seorang istri keindahan tubuh dan keelokan wajah masih terpaut dalam kehidupannya. Tentu saja, karena usianya waktu menikah sekira 23 tahun menjadikannya terlihat cantik dan menawan di hadapan suaminya. Hari-hari dijalani dengan penuh pengabdian dan keharmonisan lantaran mereka merupakan pasangan pegawai negeri yang tentu saja secara finansial amat tercukupi. Dan kebahagiaan tersebut semakin kentara lantaran mereka dikarunai seorang anak perempuan yang cantik rupawan.
Namun demikian, kehidupan memang tidak seperti yang diharapkan. Kadang awalnya baik dan penuh dengan kebahagiaan harus berakhir dengan kedukaan, sakit dan derita. Hal ini ia alami lantaran sang suami telah mengidolakan wanita lain, dan wanita pujaannya pun memiliki rasa cinta yang sama mendalam kepada suaminya. Ibarat gayung bersambut, ketika tanpa sepengetahuan Bunga, suaminya nya telah berselingkuh dengan wanita idaman lain (WIL) dan itu berlangsung hingga bertahun-tahun.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun Bunga menjalani kehidupan dengan rasa percaya diri. Dan rasa cinta itu semakin terpupuk karena suami tidak menunjukkan sikap yang tidak wajar terhadap dirinya. Bahkan, sering kali terkesan perhatian suaminya amat besar. Akan tetapi, tanpa disangka dan diduga seorang superhero dalam keluarganya telah bermain mata dan bermain hati dengan wanita lain. Bahkan yang lebih membuatnya miris karena wanita yang dicintai suaminya adalah teman seprofesi dari kampung sebelah.

Tuhan berkehendak lain, meskipun perselingkuhan suaminya tak pernah diketahuinya, akhirnya tanpa sengaja ia melihat suaminya sedang bergandengan mesra dengan WIL. Tubuhnya mulai kaku, mulut tak dapat berbicara, dan tubuhnya terbakar seperti tersambar petir. Rasa percaya diri dan kepercayaan dirinya pada suaminya ternyata dibalas dengan dusta dan penghianatan. Sedih, dan cucuran air mata tidak dapat dibendung lagi. Ibarat panas setahun terhapus oleh hujan sehari, ibarat  karena nila setitik rusak susu sebelanga.Itulah kenyataan pahit yang ia hadapi, setelah sekian lama menautkan cinta yang dalam dan perhatian yang tulus kepada suaminya kini harus dibalas dengan penghianatan dan pembunuhan batin yang parah.

Hari itu adalah hari yang paling buruk selama berpuluh-puluh tahun ia jalani dengan suaminya. Bagaimanapun juga, ia berusaha ikhlas dan sabar menghadapi apa yang telah terjadi.

Dengan rasa kecewa, dan penderitaan batin, Bunga memutuskan tetap menjalani kehidupan mereka meski suami telah menyakiti hatinya. Selain itu ia sudah memiliki 6 orang anak sehingga tak mungkin juga melakukan perceraian karena ada kekhawatiran dalam dirinya tidak dapat menjaga dan menjaga anak-anaknya lantaran suami harus pergi. Karena pertimbangan itulah ia rela memaafkan suaminya dan tetap tinggal bersamanya meski rasa cinta dan kepercayaan itu mulai pudar.

Meski keikhlasan Bunga begitu besar, namun, hati tetaplah hati. Luka dan rasa sakit yang dulu pernahmencederai  hatinya kini tumbuh, dan keinginan berpisah sudah tidak dapat dibendung lagi. Hal ini lantaran sikap suami tidak berubah, karena masih saja suaminya berselingkuh dan main perempuan di belakangnya.

Akhirnya, karena beberapa tahun lewat, tepatnya ketika anak kedelapan lahir, meski usia sudah mulai senja dan anak-anaknya sudah cukup dewasa ia memutuskan untuk berpisah dengan suaminya.

Sedih dan kecewa menyatu dalam hati. Akan tetapi, mungkin inilah jalan yang harus ia tempuh demi menjaga perasaan anak-anaknya akibat rasa malu melihat sikap suaminya yang tidak juga berubah.

Memang ujian Tuhan tidak terbatas, rasa sedih makin menjadi lantaran anak bungsu ternyata mengalami disabilitas, tidak mampu mendengar dan berbicara, disebabkan ketika lahir dokter melakukan mall praktek  akibat diagnosa terhadap penyakit anaknya keliru yang berakibat obat yang dikonsumsi anaknya ternyata salah sasaran, sehingga pengaruh buruk pun dirasakan oleh anak bungsunya tersebut.

Awal perpisahan terasa berat dengan menanggung malu dan beban hidup yang juga amat berat baginya karena harus menghidupi delapan anak. Tapi, Tuhan tetaplah Maha Adil, dalam kesendirian ternyata ia mampu mendidik dan menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Dan apa yang menjadikan dirinya bisa melupakan kisah pilunya ternyata anaknya adalah anak yang baik serta berprestasi sehingga mampu bersaing di perlombaan Olimpiade Tingkat Nasional.

******
NB: Tulisan ini terinspirasi dari kisah seorang guru yang anaknya mengikuti lomba OSN ke 12 tahun 2013 di Bandung.

Minggu, 25 Agustus 2013

Arogansi Islam Radikal Awal Kehancuran Mesir. Benarkah?

maps.google.com
 

Berawal dari dijatuhkannya Presiden Muhammed Mursi dari kursi kepresidenan tanggal 3 Juli 2013 oleh Junta Militer yang dipimpin oleh Abdul Fatah Al Sisi serta dibunuhnya para demonstran yang kontra Mursi membangkitkan bara perpecahan di negara Mesir yang berakibat ratusan nyawa melayang.

Sampai saat ini Mesir masih dilanda kisruh yang sepertinya belum ada titik perdamaian, di mana masing-masing kubu menunjukkan taringnya bahwa mereka adalah kelompok yang paling benar dan paling berhak mengatur negara dengan sistem yang dibentuk oleh kedua kubu yang bertikai. Dalam hal ini antara kubu militer dan nasionalis kontra Mursi dan pro Mursi yang cenderung didukung oleh kelompok militan dari jaringan Ikhwanul Muslimin.

Secara teologis, memang ikhwanul muslimin menganggap mereka adalah kelompok yang berjalan sesuai rule Islam dengan mengatakan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah terdahulu lebih mendukung kebijakan barat sehingga Muhammed Mursi dan kelompoknya berusaha menjadikan mesir sebagai negara yang kontra Amerika dan Israel sehingga sulit bagi Mesir kala itu untuk menjalin hubungan yang dekat dengan kedua negara itu dengan alasan kepentingan Islam, bahkan dalam gerak-geriknya kepentingan Mursi dengan didukung oleh kelompok ikhwanul muslim menunjukkan jati diri mereka sebagai kelompok radikal, keras dan menolak mentah-mentah ideologi demokrasi karena dianggap sistem demokrasi tidak sesuai dengan hukum Islam. Meskipun terpilihnya presiden Mursi dengan cara demokrasi akan tetapi kebijakannya justru tidak menjiwai sistem demokrasi dan justru lebih keras kepada kelompok non muslim.

Bahkan dalam kebijakannya mereka cenderung memaksakan sistem yang menurut Mursi dan Ikhwanul Muslim sebagai nilai Islam sejati sehingga mereka beranggapan semua yang tidak berkiblat pada Islam harus mengikuti kepentingan Islam secara mentah-mentah tanpa menghargai adanya perbedaan pandangan dari kelompok non muslim padahal sepatutnya sistem pemerintahan akan berjalan jika menghargai perbedaan seperti sistem demokrasi dalam pemilihan presiden.

Akan tetapi dari sisi demografi penduduk Mesir dan Militer kontra Mursi cenderung menghendaki negara yang menginginkan demokrasi karena mereka beranggapan bahwa dengan demokrasi pembagian kekuasaan akan merata dan tidak melulu dimiliki oleh kelompok yang bersifat feodal dan tidak membagi kekuasaannya berdasarkan pilihan rakyat. Namun demikian ternyata demokrasi yang dibangun di negara Mesir ternyata tidak berjalan mulus sehingga akibatnya ada kepentingan-kepentingan tertentu yang justru meruncing perpecahan di Mesir.

Meski informasi masih silang pendapat apakah kudeta Ikhwanul Muslimin kala itu sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat Mesir secara umum yang menginginkan perubahan geopolitik di dalam pemerintahannya atau justru kelompok militer kontra Mursi yang sebenarnya mempunyai sikap melindungi negaranya dari arogansi kelompok ikhwanul muslimin yang tergolong radikal.

Namun demikian, kepentingan politik di Mesir tidak jauh-jauh dengan model pemerintahan yang hendak dibentuk, di mana kelompok Ikhwanul Muslimin plus Pendukung Mursi menginginkan pemerintahan Mesir menganut sistem Islam yang radikal dengan melepaskan belenggu demokrasi sedangkan kubu militer yang cenderung nasionalis menghendaki pemerintahan Mesir dibangun dengan dasar demokrasi dan dianggap sistemnya dibangun dengan berkiblat ala Barat.

Namun, persoalan sebenarnya adalah ketidak relaan kelompok nasionalis dan militer ketika sistem pemerintahan mereka dirubah dan kebijakannya justru kontra barat padahal kita tahu era kepemimpinan Husni Mubarak cenderung membangun sistem pemerintahan dan politiknya dengan menjalin hubungan dengan Barat, akan tetapi di era Muhammad Mursi ini justru sebaliknya, menghendaki pemerintahan Mesir menjadi kontra Barat karena melihat segala bentuk penindasan yang dilakukan Yahudi Israel terhadap bangsa Palestina.

Lalu kenapa Arab Saudi justru mendukung kudeta Militer terhadap Mursi sedangkan Arab Saudi adalah negara yang memilki sistem politik Islam?

Melihat fenomena konflik tentu saja harus dilihat permasalahannya satu persatu, pertama meskipun kudeta itu merupakan tindakan inkonstitusional tapi naiknya Mursi sebenarnya karena faktor kudeta yang sama-sama memaksakan kehendak secara inkonstitusional sehingga tidak ada kepentingan apapun untuk Arab Saudi untuk menunjukkan sikap menolak kebijakan kudeta yang dilakukan militer mesir. Kedua, selama ini Arab Saudi tetap menginginkan apa yang dilakukan militer terhadap Mursi merupakan sesuatu yang benar demi menjaga stabilitas keamanan pemerintahan Mesir akan tetapi tindakan keras militer justru dinilai sebagai tindakan yang berlebihan dalam menangani masa pro Mursi. Sehingga banyak diberitakan bahwa tindakan militer terkesan sebagai pembantaian masyarakat.

Saat ini semua kelompok di Mesir merasa kelompok yang paling benar sehingga seperti tidak ada lagi ruang untuk melakukan perdamaian dua kelompok yang berbeda, padahal hakekatnya seburuk apapun kondisi politik di Mesir adalah kehancuran ekonomi Mesir seperti halnya yang terjadi di negara Suriah.
Jika masyarakat Mesir Pro Mursi dalam hal ini Ikhwanul Muslimin serta Kelompok Nasionalis dan militer kontra Mursi tidak saling damai maka tinggal menunggu akibat dari kehancuran Mesir. Lalu siapa yang paling diuntungkan?…

Penulis:

M. Ali Amiruddin, S.Ag.
Guru SLB Negeri Metro Lampung
Metro, 25 Agustus 2013



Jumat, 17 Mei 2013

Kisah Keteladanan

Dalam kitab Ihya 'Ulumuddin, Imam al-Ghazali meriwayatkan suatu kisah Sahl bin Abdullah at-Tustury mengatakan: "Ketika aku masih berumur tiga tahun, aku pernah bangun pada malam hari dan melihat bagaimana paman saya (saudara ibu, Muhammad bin Siwar) mengerjakan shalat. Pada suatu hari terjadi suatu dialog antara aku dan beliau.

Paman     : Apakah kamu ingat kepada Allah yang telah menciptakanmu?
Aku         : Bagaimana caranya agar aku bisa mengingat-Nya?
Paman   : Ketika kamu berbalik dari pembaringanmu, katakan di dalam hatimu (tanpa menggerakkan bibirmu) sebanyak tiga kali: Allah bersamaku, Allah melihat kepadaku, Allah menjadi saksiku.
Begitulah malam-malamku-yang kukerjakan-, kemudian aku memberitahukan kepada beliau tentang hal tersebut.
Paman    : Katakan hal itu sebanyak sebelas kali
Aku mengerjakan hal itu...sampai akhirnya aku merasakan manisnya setelah berlalu satu tahun...
Paman   : Peliharalah dan hafalkan apa yang sudah kuajarkan kepadamu, dan terus kerjakan hal itu sampai kamu masuk ke dalam kubur. Karena hal itu sangat berguna bagi dirimu di dunia maupun dinakhirat.
Paman  : Wahai Sahl Orang yang merasa bahwa Allah selalu bersamanya, Allah selalu melihat dan menyaksikan kepadanya, adakah kesempatan untuk melakukan perbuatan maksiat? Maka takutlah kamu untuk melakukan maksiat kepada Allah!

Dari cerita di atas, kita bisa memetik hikmah, bagaimana Muhammad bin Siwar memberikan contoh yang baik kepada Sahl, setelah itu mengarahkan, membimbing, dan melatihnya untuk melakukan baktian (taat) kepada Allah. Sehingga dalam jiwa Sahl (walaupun masih anak-anak ) sudah tertanam esensi keimanan yang sempurna yang melahirkan perasaan bahwa Allah senantiasa mengawasinya, ia benar-benar merasa takut untuk berbuat maksiat.

Andaikan kisah ini bisa jadi teladan bagi kita siapun juga.....insya Allah anak-anak kita, adik-adik kita, dan siapapun yang menjadi tanggungan kita akan menjadi pribadi yang kokoh dan mantap dalam menegakkan agama Allah... Amiin

Rabu, 15 Mei 2013

Fenomena Konflik Sosial dan Bagaimana Penanganannya?

Indonesia sebagai negara yang berpenduduk kompleks, memiliki beraneka ragam suku, adat-istiadat, bahasa dan agama menjadikan banyak gesekan-gesekan sosial yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemahaman akan makna kebhinekaan dalam bernegara masih sering dipahami berbeda oleh penduduk negara yang besar ini.

Adanya kebhinekaan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak menjadi satu-satunya penyebab gesekan sosial di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, akan tetapi, perbedaan masyarakat dalam memahami agama lebih cenderung mengakibatkan masyarakat lebih bersikap eksklusif, tertutup dan lari dari kenyataan bahwa umat manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal.

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:


يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم خبير


Artinya:


Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat tersebut sangat jelas mengambarkan betapa anak cucu Adam sangatlah bermacam-macam dan tersebar ke seluruh penjuru bumi itu merupakan Sunatullah yang tidak dapat dipungkiri terjadinya. Bagaimana Allah SWT memberikan pesan yang nyata jika manusia tidak dapat mengingkari adanya perbedaan itu. Akan tetapi, kenapa akhir-akhir ini banyak timbul tawuran, dan kerusuhan yang kadang kala terpicu pada hal-hal yang sederhana, misalnya salah memahami perkataan dan sikap orang-orang tertentu dan lebih aneh lagi terkadang pesan-pesan provokasi disebarkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak jelas dengan maksud ingin mengambil keuntungan dari setiap kekacauan di negeri ini. 

Jika ditelaah lebih mendalam bagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun atas dasar kesamaan tujuan dan keinginan untuk membangun negara yang bebas, merdeka, adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Pancasila Sila ke-3 "Persatuan Indonesia"  juga termaktub dalam UUD 1945 baik dalam Pembukaan maupun dalam batang tubuhnya.

Betapa sulitnya pendiri bangsa ini mewujudkan negara yang bebas dari jajahan bangsa lain? Dan betapa naifnya generasi penerusnya yang justru akan menghancurkan cita-cita negeri yang sudah digagas para pendahulunya.

Adanya tawuran, kerusuhan antar desa, perang suku dan perebutan wilayah dengan mengatasnamakan "Tanah Nenek Moyang", dan pertumpahan darah yang tidak berujung seperti sebuah sekenario yang sengaja disebarkan dan disulut sebagai bentuk cita-cita penghancuran generasi secara terselubung.

Bukan bermaksud menjustifikasi, setelah runtuhnya era Orde Baru dan munculnya Era Reformasi ternyata mengundang arus perubahan yang sangat fundamental, hal ini dibuktikan semakin banyak orang yang bisa berbicara, berpendapat, dan bersikap yang sering keluar dari ranah budi pekerti yang luhur. Memang tidak dapat disalahkan, kebebasan adalah hak setiap warga negara, namun ternyata kebebasan itu diartikan dengan salah kaprah seakan-akan pedoman bernegara, hukum dan tata susila serta agama yang tersusun rapi dalam bait-bait ayat-ayat suci sudah tidak lagi menjadi pedoman yang ditakuti tapi hanya tontonan yang dianggap angin lalu.

Adanya arus perubahan ini memang berbuntut pada mudahnya orang menyebarkan isu-isu dan ide-ide yang cenderung banyak diserap "orang kebanyakan" sebagai pedoman yang sering kali menjadi sarana perpecahan umat dan bangsa seperti halnya adanya keharusan Khilafah Islamiyah atau mengembalikan kekhalifanan umat jaman dahulu dan menganggap hukum negara dan segala yang diatur dalam negara adalah tidak benar. Yang pada akhirnya setiap aturan hukum yang dibuat oleh manusia "negara" dianggap sudah tidak berlalu lagi yang ada adalah pembangkangan terhadap hukum negara.

Apa sebenarnya yang mennjadi akar permasalahanya? Bagaimana umat Islam membaca dan mempelajari setiap transisi di negeri ini? Lalu bagaimana kaum agamawan, rohaniawan dan tokoh agama serta pendidik mengatasi masalah ini? Pertanyaan inilah yang sampai saat ini yang semestinya dicari solusinya.

Membaca permasalah tadi sebenarnya dapat diambil tiga dimensi yang mestinya menjadi pelaku utama dalam proses "pengobatan" peradaban masyarakat yang kian hari kian carut marut.

Pemerintah dan aparat di bawahnya adalah stake holder yang memiliki peran penting dalam setiap perubahan masyarakatnya, bagaimana pemerintah mengendalikan setiap perubahan siklus masyarakat yang menjadi lebih agresif dan cenderung ingin cepat melakukan perubahan baik dalam tataran hukum maupun bagaimana pemerintah menanggapi masalah-masalah ditingkat grassroot.

Lambannya memahami, nenangkap, serta menyelesaikan masalah di tingkat grassroot (masyarakat tingkat bawah) menjadi sumber utama konflik horisontal maupun vertikal. Konflik vertikal mungkin pemerintah mudah mengeluarkan kebijakan dan tindakan yang segera dapat dilaksanakan masyarakat secara umum karena peraturan perundang-undangan adalah milik pemerintah. Akan tetapi kemampuan ini sering kali terganjal dan terhalang oleh peraturan pemerintah daerah yang memiliki otonomi sendiri yang lebih banyak tidak mau "dicampuri" oleh pemerintah pusat sehingga sebaik apapun pemerintah pusat memberikan kebijakan yang pro rakyat seringkali hilang atau tak berlaku jika sudah sampai di daerah.

Jika menilik masalah konflik horisontal akan ditemukan banyaknya hukum dan aturan adat daerah tertentu yang selama ini sedikit bersinggungan dengan masalah-masalah yang ada. Seperti halnya tawuran antar kampung disebabkan karena kasus sengketa tanah perbatasan yang cenderung tidak diselesaikan dengan cepat bahkan terkesan mengabaikan rasa keadilan. Kerusuhan dan perusakan disebabkan karena tindakan ekskusi masyarkat terhadap pelaku kejahatan meskipun terkadang salah dalam menghakimi pelaku menyebabkan pertentangan yang semakin besar. Ini sebenarnya tidak terlepas dari peran pemerintah daerah yang lebih banyak "berdiam diri" melihat masalah-masalah yang ada.

Banyaknya kasus kekerasan pelajar, perkosaan dan pelecehan seksual lainnya merupakan imbas dari terlalu terbukanya kran kebebasan informasi yang digulirkan, hingga pada akhirnya banyak orang yang begitu mudah mengakses adegan kekerasan dan pelecehan di media internet, media cetak dan televisi yang notabene pemirsanya adalah orang dewasa bahkan anak-anak TK sekalipun yang belum sama sekali memahami informasi yang diberikan.

Lalu bagaimana sikap negara dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah mengatasi masalah ini?
Pertama, Perlu adanya ketegasan pemerintah dan wakil rakyat lainnya untuk segera membuat kebijakan yang lebih kuat terlepas dari masalah otonomi daerah mestinya pemerintah pusat tetap memiliki power untuk mengatur pemerintah daerah khususnya dalam penanganan konflik horizontal. Kepekaan dalam menangkap informasi dan ketegasan dalam mengambil keputusan yang tidak terkesan ambigu akan lebih memberikan efek yang positif bagi penegakan hukum. Pembatasan media informasi yang dilakukan pemerintah adalah sah manakala itu merupakan cara yang perlu dilakukan untuk mencegah mudahnya mengakses media-media informasi yang tidak menghormati nilai-nilai agama. 

Jika masalah berkaitan dengan  penanganan kasus semestinya aparat tidak memandang suku dan agama meskipun hukum itu berada di wilayah suku atau daerah tertentu. Jika ini tidak dilakukan akan berakibat adanya proses hukum masa "siapa yang kuat dialah yang menang" jika hal ini terjadi lalu apa peran pemerintah dan aparat keamanan? Karena kenyataanya sudah mulai tergerus nilai kesatuan dan persatuan karena munculnya paham primordialisme yang cenderung dapat berakibat fatal.

Tawuran massa baik dilakukan oleh orang dewasa maupun remaja disebabkan karena arus informasi yang sangat terbuka  hingga ada proses peniruan secara perlahan baik dalam bersikap maupun berprilaku. Hal ini dapat dicegah dengan kontrol media informasi dan tekhnologi agar informasi yang disampaikan tidak muncul reaksi negatif dalam masyarakat. Selain itu, peran lingkungan khususnya orang tua dan tokoh masyarakat dan adat semestinya sebagai penengah konflik horizontal bukan malah justru memperuncing masalah.

Akhir dari tulisan ini menegaskan bahwa ruang musyawarah dan rembuk masyarakat dengan mengesampingkan latar belakang suku, adat dan golongan serta agama sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat menyelesaikan konflik secara komprehensif. Berikan ruang yang cukup bagi institusi hukum untuk menegakkan hukum seadil-adilnya bagi pelaku kejahatan dengan diimbangi kontrol masyarakat yang beradab dan menegakkan hukum sesuai dengan akhlak Rosulullah SAW. Sebagaimana disebutkan dalam Sabda Rosulullah SAW "Innama bu'itstu li utamimma makaarimal akhlaq" tidaklah aku (kata Nabi) diutus kedunia ini melainkan untuk menyempurnakan akhlaq) Serta disebutkan dalam hadits lain sebagai berikut:

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال : لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم فَاحِشاً وَلاَ مُتَفَحِّشاً وَكَانَ يَقُوْلُ : إِنَّ مِنْ خِيَارُكُمْ أَحْسَنُكُمْ أًخْلاَقاً رواه البخاري.
Artinya:

Dari Abdullah bin Amru  berkata: Nabi  tidak pernah berbuat keji sendiri tidak pula berbuat keji kepada orang lain. Beliau bersabda: “Sesungguhnya termasuk sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya” (HR Bukhari)