Minggu, 29 Juni 2014

Mau Puasa? Sebaiknya Hindari 3 Perkara Ini


Puji syukur alhamdulillah, kita memasuki bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah, rahmat dan ampunan. Dan pagi ini setelah santap sahur dan menanti shalat subuh, saya ingin menyampaikan sedikit pelajaran berharga yang mudah-mudahan berharga dan bermanfaat untuk saya sendiri, syukur-syukur ada yang berkenan membacanya.

Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang didalamnya dipenuhi dengan kebajikan, bahkan saking baik dan indahnya bulan ini, orang yang tidurpun dinilai sebagai beribadah. Apalagi jika hari-harinya dipenuhi dengan pekerjaan yang positif dan bermanfaat serta ibadah-ibadah sunnah. Tentu amat lengkaplah rutinitas tersebut sebagai bagian penghormatan indahnya Ramadhan.

Selain setiap kebaikan dicatat sebagai ibadah dengan pahala sampai 700 kali, juga di bulan ini, setiap ucapan dan tindakan yang baik akan mencerminkan bahwa prilaku seseorang tersebut sesuai dengan petuah-petuah bijak sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Semoga saja, semua umat Islam mendapatkan berkahnya dan menjadi insan-insan yang bertakwa, sebagaimana yang termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 183.

Terlepas dari ketinggian derajat bulan Ramadhan, karena kemuliannya lebih dari seribu bulan, ada 3 hal penting yang semestinya dihindari oleh orang-orang yang ingin mendapatkan kesuksesan, kesuksesan tatkala berpuasa dan kesuksesan dalam kehidupan sosial dan kehidupan akhiratnya. Sebagaimana sekelumit hikmah yang disampaikan oleh Prof. Dr.Quraish Shihab di acara Tafsir Al Misbah Metro TV beberapa saat lalu. Dengan menghindari 3 hal ini mudah-mudahan kita semua akan mendapatkan hikmahnya.

Pertama, hindarilah sifat angkuh (sombong), hakekatnya sifat sombong atau angkuh adalah sifat tercela. Bahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi disebutkan bahwa sifat sombong atau angkuh adalah sifatnya syetan. Sifat keji yang harus dihindari apabila kita ingin mendapatkan berkahnya dalam berpuasa. Bahkan menurut beliau, kesombongan itu akan menghalangi seseorang untuk mendapatkan indahnya syurga apabila di dalam hatinya terbersit sifat sombong meskipun sebesar zarah.

Kesombongan hakekatnya penyakit hati yang menjerumuskan. Ada banyak orang yang gagal dalam kehidupannya karena kesombongan dan keangkuhannya. Bahkan tidak sedikit yang harus jatuh ke jurang kenistaan karena prilaku ini.

Seringkali kita mengatakan bahwa “jika bukan saya dia tidak jadi apa-apa”. Dalam hatinya muncul kepongahan dan rasa tinggi diri, dan muncullah persepsi bahwa segalanya tidak akan terjadi jika bukan karena dirinya. Jadi dia menganggap orang-orang di sekitarnya adalah orang-orang yang tak tahu apa-apa.

Wajar saja gara-gara prilaku sombong ini perusahaan pun bisa bangkrut karena ditinggalkan partner bisnisnya, dan pemimpin harus jatuh harga dirinya karena sebuah kesombongan. Sombong benar-benar membunuh karakter seseorang secara perlahan.

Kedua, hindarilah sifat iri dan dengki karena sifat inipun amat tercela. Hakekatnya setiap orang diciptakan berbeda. Meskipun kedudukan manusia di mata Tuhan sama, tapi potensi seseorang amatlah berbeda. Karena perbedaan potensi dan kemampuan inilah manusia pun diciptakan berbeda status sosialnya. Ada yang sukses secara materi dan adapula yang tidak berhasil (gagal). Meskipun hakekatnya kesuksesan itu bukan hanya karena materi, tapi kesuksesan dalam menata hati agar mereka ikhlas ketika menerima kekurangan.

Tidak berbuat anarkis dan memperturutkan hawa nafsu demi menginginkan sesuatu yang bukan haknya secara membabi buta. Membiarkan sikap iri dan dengki merasuk dalam diri hakekatnya sama halnya kita menyimpan penyakit yang sulit disembuhkan. Penyakit ini justru menggerogoti tubuh pemiliknya. Dampaknya karena sikap iri dan dengki muncul dan dipelihara, seseorang akan lebih cederung menilai negatif dan munculnya kecemburuan sosial, tanpa diimbangi dengan kerja keras dan usaha maksimal.

Ada banyak pengusaha sukses karena membangun usaha dengan cara sportif dan usaha yang gigih, tidak memupuk diri dengan iri dan dengki. Begitu pula tatkala seseorang berpuasa, sepatutnya penyakit iri dengki ini dijauhi agar mendapatkan kemuliaan dan keberkahan dalam ibadah puasanya.

Ketiga, hidarilah berburuk sangka. Prasangka buruk tentu saja akan menimbulkan sakit fisik dan jiwa seseorang. Karena berburuk sangka, seseorang bisa kehilangan moment penting dalam usahanya membangun relasi bisnis. Meskipun sikap waspada dan kehati-hatian pun amat diperlukan. Namun, dengan image negatif tersebut justru akan menghilangkan kesempatan terbaik kita. Baik dalam usaha membangun jalinan komunikasi antar persolan, maupu semata-mata dalam usaha menjaling usaha yang saling menguntungkan. Bahkan para ahli pendidikan dan para pelaku bisnis sering mengatakan bahwa hidup kita mesti dipenuhi dengan pemikiran-pemikiran positif, dan tentu saja prasangka baik pada siapapun.

Ketika image positif dan pemikiran positif menjadi bagian kehidupan kita, maka bukan tidak mungkin kehidupan yang positif dan keberhasilan akan diraih. Begitu pula dengan berprasangka baik tatkala berpuasa, tentu saja para pelakunya akan mencitrakan diri menjadi pribadi yang positif dan dapat mencapai tujuan puasa serta memperoleh keutamaan dan hikmat dari ibadah suci ini.
Selain itu, berpuasa tidak hanya kewajiban diri menahan lapar dan haus saja, tapi lebih dari itu melatih diri untuk menjadi pribadi yang positif agar kehidupan umat Islam dan seluruh umat manusia menjadi berjalan secara harmonis.

Nabi Muhammad SAW adalah seorang nabi dan saudagar yang sukses di zamannya, karena beliau selalu sukses membangun kepercayaan dan kejujuran kepada orang lain. Sehingga sepatutnya semua umat Islam mengikuti teladan yang diajarkan oleh beliau, agar kehidupan kita menjadi sejahtera.
Sebagai penutup dari tulisan ini, ingin saya nukilkan sebuah hadits, Kam min shoimin laisa lahum min shiyamihi ilal juu’i wal athosi (berapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja). 

Puasa mengajarkan umatnya tidak hanya pada dimensi jasmani dan rohani, tapi dimensi sosial kemasyarakatan agar umatnya menjadi umat teladan, dan tentu saja harapannya bangsa ini pun menjadi bangsa yang sukses membangun rakyatnya.

Salam

Senin, 23 Juni 2014

Waspadai Es Batu Berbahaya Menjelang Puasa Ramadhan

Es Batu


Sebentar lagi umat Islam kedatangan bulan suci Ramadhan, meskipun pemerintah belum memberikan keterangan atau pengumuman resmi terkait awal Ramadhan, Muhammadiyah sudah mengeluarkan pengumuman bahwa tanggal 1 Ramadhan 1435 H bertepatan dengan tanggal 27 Juni 2014 waktu petang, sehingga umat Islam mulai berpuasa tanggal 28 Juni 2014. Sebagaimana dirilis oleh news.liputan 6.com.

Meskipun pemerintah belum mengumumkan jadwal tersebut, paling tidak umat Islam sudah bisa meng-ancer-ancer kapan mereka harus memulai puasa Ramadhan. Kira-kira 9 hari lagi lagi ibadah puasa yang dinanti-nanti tersebut hadir.

Selain aktivitas puasa Ramadhan yang menjelang, dampaknya aktivitas yang berkaitan dengan konsumsi makanan di siang hari dihentikan. Akan tetapi, kegiatan berburu makanan berbuka dan sahur menjadi meningkat tajam. Apalagi kebutuhan akan air yang dingin atau air es yang dicampur aneka minuman lain tentu saja menjadi menu wajib bagi para jamaah yang akan berbuka puasa atau santap sahur.

Hal tersebut disebabkan karena memang di bulan puasa aktivitas masih saja dilakukan karena kebutuhan pekerjaan yang mengharuskan seseorang tetap melakukan aktivitas meskipun tengah berpuasa. Sehingga karena begitu beratnya aktivitas, kebutuhan konsumsi akan air dingin khususnya es pun ikut bertambah karena kebutuhan tubuh setelah seharian terjadi dehidrasi karena asupan air yang dikurangi. Ditambal lagi bulan ini bertepatan dengan musim kemarau sehingga cuaca sangat panas. 

Sebagaimana peningkatan kebutuhan makanan dingin, termasuk cendol, es teler atau es yang hanya dicampur teh atau susu. Biasanya pun dijual bebas di pasar-pasar atau pusat-pusat jajanan.  Menjamurnya pusat jajanan tersebut secara tidak langsung meningkatkan ekspektasi produsen makanan maupun konsumen yang sekedar ingin membeli karena waktu yang tidak mencukupi jika harus membuat aneka makanan akibat aktivitas pekerjaanyang juga padat. 

Ada hal-hal yang sepatutanya diwaspadai ketika hendak mengkonsumsi minuman yang menggunakan es sebagai campurannya, karena akhir-akhir ini seringkali ditemukan beberapa produsen yang sengaja menggunakan es dari air mentah yang akan dicampurkan dalam minumannya. Tentu saja bagi produsen dapat meningkatkan keuntungan dari harga es yang cenderung murah. Akan tetapi dampak yang ditimbulkan adalah konsumen akan mendapatkan es yang masih terkontaminasi bakteri berbahaya bagi kesehatan.

Sifat jail dari produsen minuman, karena ingin mendapatkan keuntungan yang relatif besar tapi mengorbankan konsumennya akibat air yang dibuat es ternyata mengandung bakteri atau jamur berbahaya. Selain tindakan ceroboh dan main ambil untung besar, mereka seringkali menggunakan air yang tidak layak konsumsi. Misalnya diambil dari sumber air yang tidak bersih atau sumur di perkotaan yang sudah tercemar bakteri yang berasal dari limbah rumah tangga.

Keinginan untuk menikmati minuman es untuk melepas dahaga harus berdampak pada sakit yang akan diderita peminumnya. Sekali lagi karena minuman es yang dibeli atau disajikan oleh penjual es ternyata dipenuhi bakteri dan jamur yang sangat merugikan tubuh peminumnya.

Sebagaimana dikutip dari neraca.com  bahwa menurut Survei Pengawasan Jajanan Anak Sekolah di tahun 2013 menunjukkan terjadi penurunan bahan tambahan pangan berlebih dari 5.668 sampel sekolah yang diteliti. Penurunan terjadi dari 24% pada 2012, menjadi 17% di 2013. Namun untuk cemaran mikroba menunjukkan peningkatan dari 66% di tahun lalu menjadi 76% saat ini.

"80% hasil kajian menunjukkan es tidak memenuhi syarat, ini sangat mengkwatirkan terutama ketika dikonsumsi anak-anak, banyak bakteri yang terdapat di batu es, ini dikarenakan pembuatannya menggunakan air mentah," ujar deputi bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya BPOM Roy Sparringa sebagaimana di rilis media tersebut.  sumber

Bakteri pada es yang dibuat dari air mentah  biasanya sama dengan yang ada pada tinja yaitu E-Coli, tidak hanya itu ada juga kapang dan kamir serta bakteri salmonela. Bakteri-bakteri tersebut tetap saja hidup dan berkembang meskipun sudah dijadikan es dan dikonsumsi oleh penggunanya. 

Memproduksi es dengan air mentah memang dianggap konsumen aman-aman saja, lantaran ketidak mengertian dampak yang ditimbulkan bahwa bakteri-bakteri yang hidup di dalam air tersebut tidak seketika mati jika dibekukan di lemari pendingin. Mereka menganggap air sudah dibekukan maka segala macam microba bisa mati akibat proses pendinginan. Padahal meskipun air sudah dibekukan, jika kualitas air buruk dan bercampur bakteri E-coli (Escherichia Coli) dan mikroba lain maka kondisi bakteri masih tetap hidup.
Bahkan selain bakteri E-coli menurut penelitian bakteri tahan dengan suhu 55ºC – 60ºC. Bahkan ada bberapa Bakteri yang hidup pada suhu rendah, seperti : Bakteri Mesofil yang biasa terdapat di air ini hidup dan tumbuh pada suhu 25-40ºC. Juga Bakteri Psikrofil yang hidup pada suhu 0º-30ºC. Bakteri seperti Entamoeba hystolyica, Giardia lamblia, dan Entamoeba coli. Bakteri-bakteri tersebut belum mati walaupun airnya sudah dibekukan menjadi es. Apabila es tersebut mencair dan kembali pada suhu normal, maka bakteri tersebut menjadi aktif lagi. sumber

Bakteri-bakteri berbahaya tersebut hanya akan mati jika air dipanaskan hingga mendidih. Sehingga jika es tersebut menggunakan air mentah, maka kemungkinan besar masih mengandung bakteri berbahaya.

Lalu bagaimana kita dapat terhindar dari es air mentah karena sangat sulit menemukan es yang dibuat dari air yang matang. Karena menurut penjualnya es yang dibuat dari air mata cenderung lebih mahal. Selain lebih mahal jika diproduksi sendiri tentu membutuhkan waktu dan biaya untuk merebusnya. Namun untuk mengenali bahwa es tersebut mentah adalah terdapat gelembung-gelembung udara di dalam es akibat terperangkap pada saat pembekuan.

Namun untuk menghindari diri dan keluarga dari ancaman sebaiknya membuat sendiri es batu dengan menggunakan kulkas sendiri dengan menggunakan air bersih dari air sumur (kran) atau air bor yang bersih kemudian direbus hingga benar-benar mendidih. Di jamin ketika air tersebut sudah mendidih maka semua kuman akan mati.

Salam

 

Rabu, 28 Mei 2014

Puasa dan Kesehatan Jiwa

Berapa banyak orang yang berpuasa tapi hanya memperoleh lapar dan dahaga, dan berapa banyak orang yang melakukan shalat tahajud hanya mendapatkan kecapaian belaka. (Hadits)

Mencari orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan tidaklah sulit, karena setiap umat Muslim memang diwajibkan berpuasa asalkan sesuai dengan rukun dan syaratnya. Karena otomatis jika dia mengaku muslim maka akan sangat dimungkinkan mereka berpuasa tak terkecuali orang tua renta maupun anak-anak sekalipun meskipun hanya sebagai program latihan.

Tidak sulit pula mencari orang yang terlihat mematikan kompor di siang hari, ditutupnya restauran dan tempat hiburan malam dan insan-insan yang dengan ikhlas menahan untuk mengkonsumsi semua jenis makanan termasuk menahan diri untuk bertemu istri-istri maupun suami-suami mereka demi untuk melepas kerinduan (berhubungan intim) selayaknya di luar bulan suci Ramadhan.

Akan tetapi, sulit dan teramat sulit memilah dan memilih orang yang benar-benar menjalankan puasa yang tidak sekedar menahan makan dan minum serta menahan hubungan seksual suami istri di mana orang tersebut benar-benar menghindarkan dirinya untuk tidak bersikap sombong, angkuh, emosional, iri dengki, dan juga boros ketika mereka menjalan puasa.

Beberapa indikator yang disebutkan di atas sebenarnya merupakan elemen jiwa yang sungguh tidak mudah untuk dihindari meskipun kepada orang yang berjuluk ulama sekalipun karena puasa tidak terbatas pada siapa yang menjalankan (termasuk status sosial) akan tetapi bagaimana mereka menjalankannya, benar-benar menjaga kebersihan jiwanya dengan mencegah salah satu elemen di atas atau hanya terbatas puasanya orang awam walaupun bisa jadi orang awam malah justru mereka menjalankan puasa dengan dimensi religius tertinggi.

Ulama membagi puasa menjadi tiga model, pertama puasanya awam dimana pelakunya adalah orang-orang yang rendah keilmuannya dan taqorubnya (pendekatannya) kepada Allah menurut ulama mereka cenderung memahami puasa hanya terbatas menahan lapar dan dahaga saja tapi melupakan aspek lain yang semestinya ditinggalkan seperti menahan diri untuk tidak mengumpat, mencela, menghina atau sekedar berbicara yang tidak penting dan tidak melihat sesuatu yang yang tidak dibenarkan oleh agama, yang kedua puasa orang khowas yaitu puasanya pada ulama, di mana mereka melakukan puasa menyangkut dimensi yang lebih baik dari masyarakat awam karena kedalaman ilmu dan tingkatan ketakwaannya, puasa ketiga khowasu khowas yaitu puasanya para nabi dimana dimensi ketuhanannya sangat istimewa jadi puasa mereka tidak hanya sekedar mengontrol nafsu yang bersifat fisik saja akan tetapi juga mengontrol nafsu psikis (rohani).

Namun, apakah puasa benar-benar berkaitan dengan kesehatan jiwa pelakunya? Sedangkan kita melihat di sekitar kita orang-orang yang berpuasa tapi lupa kalau mereka berpuasa, seperti berbohong dalam berdagang, mencampur adukkan dagangannya dengan barang yang buruk, menaikkan harga semau mereka hingga membebani para pembelinya, emosi dan tawuran masih menjadi rutinistas harian, berfoya-foya dalam belanja, disiplin pekerja yang tidak juga menunjukkan peningkatan yang positif, dan seabrek aktifitas fisik yang justru meninggalkan nilai-nilai dari kejiwaan (rohani).

Seperti halnya Daradjat (1995:11) dalam artikel Pengaruh Puasa Terhadap Kesehatan Mental  Oleh: Dra. Siti Uriana Rahmawati Fuad, MA  memberi definisi kesehatan mental (jiwa), antara lain:
  1. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose).
  2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk mnyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
  3. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat, dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
  4. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Psikiater terkemuka Prof . Dr. dr. Dadang Hawari mengatakan agama sangat bermanfaat untuk terapi dan memelihara kesehatan jiwa yang diadopsi psikiater dalam mengobati pasien mengalami gangguan kejiwaan melalui konsep BPSS (Biology, Psychology, Social and Spiritual).

Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa dengan menjalankan Rukun Islam (puasa-pen.) dan Rukun Iman, seorang muslim mampu mengendalikan diri dan tercegah segala perbuatan keji dan munkar. Selian mengingatkan dengan Mo-Lomo (5-M), seperti dituangkan dalam bukunya berjudul ‘Gerakan Nasional Anti Mo-Limo’ dan ‘Love Affairs (Perselingkuhan) Prevensi dan Solusi’ (Madanionline.org)

Jika kita menelaah konsep di atas maka semestinya ketika seseorang berpuasa maka akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kesehatan jiwanya, namun jika seseorang tidak benar-benar berpuasa maka sudah dapat dipastikan kesehatan jiwanya akan terganggu. Hal ini dibuktikan meskipuan setiap tahun kita menjalankan puasa ternyata masih ada saja pribadi-pribadi yang mengalami sakit jiwa (termasuk di dalamnya stress, frustasi, iri, dengki, pemarah dan curang dan segala bentuk kejahatan (kebatilah) yang akan berujung merugikan dirinya maupun orang lain.

Kemudian, kenapa di antara mereka yang berpuasa ternyata masih saja melakukan kemaksiatan, melakukan kerusakan di mana-mana, korupsi, curang dalam berdagang, perceraian di mana-mana bahkan perselingkuhan masih saja menjadi buah bibir di kalangan birokrat di negeri ini?

Jawabannya terletak pada pelakunya, sudah benarkah mereka berpuasa atau hanya sebuah ritual/ tradisi yang dikerjakan agar tidak dicap orang yang menentang agama atau menjadikan agama hanya sebagai tameng?

Jika melihat model-model puasa seperti di atas semestinya puasa khowashul khowash yakni puasanya para Nabi dengan menggabungkan elemen jasmani dan rohani, mengikatkan jiwa disamping logika dan nilai-nilai ilahiah yang akan menjadi rujukan dan contoh bagaimana kita berpuasa sehingga tidak ada kesan bahwa puasa kita sia-sia karena tidak ada yang berbeda antara kita (sudah) berpuasa maupun tidak.

Artikel ini pertama kali dipublish di: Kompasiana.com

Kamis, 17 April 2014

Kedudukan Niat dalam Aktifitas Manusia

Setiap muslim tentulah menghendaki segala yang dikerjakannya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Sehingga, dengan aktifitas tersebut pelakunya mendapatkan dua keutamaan yaitu keutamaan untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Baik urusan yang menyangkut kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut:

Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)

Hadits di atas menegaskan bahwa aktifitas apapun yang dilakukan sangat bergantung kepada niatnya. Apakah niatnya karena dunia semata, untuk akhirat semata atau ingin memperoleh manfaat di dunia dan di akhirat.

Bahkan pekerjaan apapun jika dilakukan dengan niat yang benar, maka semua akan menjadi amal ibadah dan tentu saja mendapatkan pahala atas ibadah yang dikerjakannya. Tentu saja pekerjaan yang bermanfaat bagi orang lain dan bukan sebaliknya berusaha untuk mencelakakan.

Misalnya ketika seseorang itu melakukan pekerjaan yang halal dan memulai pekerjaannya dengan membaca bismillah serta meniatkan dirinya untuk beribadah kepada Allah SWT, maka pekerjaan tersebut bernilai ibadah. Bahkan tatkala baru sebatas niat saja dan belum melaksanakannya, maka niat itupun sudah dicatan menjadi ibadah.

Bekerja bukan karena ingin melakukan kejahatan dan tidak berusaha melakukan kerusakan baik bagi dirinya maupun orang lain, maka pekerjaannya pun dinilai sebagai ibadah. Namun sebaliknya, meskipun pekerjaan itu halal, tapi diniatkan karena ingin mendapatkan sesuatu yang digunakan untuk kejahatan, maka pekerjaan itupun akan dianggap tercela. 

Beribadahpun sejatinya harus diniatkan karena Allah SWT, bukan diniatkan karena manusia lainnya. Karena jika kita beribadah karena mengharapkan pujian dan sanjungan bahwa kita adalah ahli ibadah, maka ibadah kita dikategorikan sebagai Riya dan semua ibadah kita akan sia-sia.

Begitu pula dalam bekerja. Sejatinya pekerjaan yang baikpun harus diniatkan karena beribadah kepada Allah bukan bekerja karena diniatkan pada hal-hal yang diharamkan.

Seperti contoh, seseorang yang bekerja karena ingin membeli narkoba atau minuman keras, meskipun pekerjaan tersebut halal maka niatnya sudah masuk pada hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Mereka tidak akan mendapatkan kebaikan sedikitpun dari pekerjaannya, tapi justru kemudharatan.

Oleh karena itu, sebaik-baik muslim apabila melakukan pekerjaan adalah pekerjaan yang halal dan diniatkan karena ingin beribadah kepada Allah SWT bukan semata-mata memperturutkan hawa nafsu dan kepentingan duniawi. Karena jika setiap pekerjaan yang kita lakukan karena ingin beribadah maka Allah mencatat pekerjaannya sebagai ibadah. Dan sebaliknya jika pekerjaan kita adalah pekerjaan yang haram serta diniatkan untuk sesuatu yang diharamkan pula maka pelakunya termasuk orang-orang yang mendapatkan dosa serta pekerjaannya akan sia-sia.

Wallahu a'lam, Salam.

Selasa, 01 April 2014

Ironi Perhatian Pemerintah Terhadap TKI, Sebuah Catatan Kasus-kasus TKI

Save TKI


Sampai hari ini berita terkait tenaga kerja Indonesia masih saja bergaung di penjuru tanah air. Tak lain dan tak bukan karena ada seorang TKI yang harus menjalani hukuman karena dianggap melakukan pembunuhan terencana dan dituduh telah mencuri harta majikannya. Ialah Satinah, seorang wanita pembantu rumah tangga yang harus rela bekerja di Arab Saudi demi mendapatkan penghasilan yang layak. 

Namun sayang sekali usaha Satinah untuk mendapatkan pekerjaan harus berbenturan dengan kasus hukum yang menimpanya. Kasus hukum yang sejatinya terjadi bukan tanpa sebab. Sebab yang bersangkutan mendapatkan siksaan dan penganiayaan yang mengakibatkan Satinah naik pitam. Sang majikan pun harus meregang nyawa lantaran dibunuh oleh Satinah. Kasus pembunuhan disebabkan penganiayaan dan sederet siksaan yang dialami oleh seorang tenaga kerja Indonesia.

Apakah Satinah bersalah? Tentu saja bersalah. Tapi persoalannya adalah  seorang wanita ini hanyalah seorang pekerja (bukan budak) yang sejatinya bereaksi lantaran kekerasan yang menimpa dirinya. Tak hanya Satinah, ada beberapa pekerja lain yang mendapatkan siksaan yang sama dan harus meregang nyawa lantaran siksaan dan pemerkosaan yang bertubi-tubi dari majikannya. 

Posisi Satinah hakekatnya dalam keadaan terjepit. Dan sepatutnya membela diri tatkala penganiayaan demi penganiayaan dialaminya. Boleh jadi tanpa Satinah melawan, maka korbannya justru pekerja ini. Sosok yang lemah dan terdesak karena tak ada satupun saudara yang bisa menolong lantaran siksaan yang diterimanya.

Yang lebih aneh lagi, melihat beberapa kasus yang menimpa Satinah dan TKI lainnya, sepertinya pemerintah tak memiki cukup power untuk melindungi para pahlawan devisa ini. Para pahlawan di mana para suam tak mampu lagi mencukupi kehidupan keluarganya.

Terkait beberapa majikan yang telah menyiksa para TKI, pun dibahas dalam Hadits Nabi Muhammad SAW. Di mana seorang pekerja mendapatkan perlakuan kasar (cambukan) dari majikannya lantaran majikannya dianggap melakukan kesalahan. Bagaimana respon Nabi melihat tindakan majikannya? Coba simak hadits berikut ini.

Abu Sa'id Al Badri berkata, "Aku sedang menyambuk budakku yang muda, lalu  aku mendengar suara orang menyeru dari belakangku. Orang itu berkata, "Ketahuilah hai Aba Mas'ud." Sungguh aku tidak tahu suara siapakah itu karena ketika itu aku sedang berang (marah). Ketika orang itu mendekatiku tahulah aku ternyata yang datang adalah Rasulullah Saw. Beliau berkata, "Ketahuilah hai Aba Mas'ud...Ketahuilah hai Aba Mas'ud." Mendengar perkataan itu aku campakkan cambuk dari tanganku. Beliau kemudian melanjutkan ucapannya, "Ketahuilah, hai Aba Mas'ud, sesungguhnya Allah lebih mampu bertindak terhadapmu daripada tindakanmu terhadap anak muda itu." Aku spontan menjawab, "Ya Rasulullah, dia sekarang ini aku merdekakan karena Allah." Nabi Saw berkata, "Kalau kamu tidak memerdekakannya maka api neraka akan menjilatmu." (HR. Muslim)

Berita penyiksaan dan penganiayaan TKI di Arab Saudi, semakin lama membuat hati ini miris. Alangkah kejamnya perlakuan beberapa masyarakat Arab Saudi terhadap pekerja Indonesia. Jika kita menelaah hadits di atas niscaya akan tergambar dengan jelas bahwa perlakuan majikan yang menyiksa sudah keluar dari tuntunan Rasulullah SAW. Rasul pun melarang majikan menyiksa pekerjanya, bahkan Rasulullah memerintahkan agar para budak itu dibebaskan.

Tapi, ketika melihat pelecehan dan penyiksaan terhadap TKI sepatutnya masyarakat Arab Suadi berkaca diri bahwa apa yang mereka perbuat sudah jauh dari ajaran Islam yang sempurna. Ajaran yang menghendaki penghargaan kepada penganutnya dan seluruh umat manusia. Bukan justru menganggap para pekerja ini sebagai budak yang pantas dilecehkan.

Bahkan, tatkala saya bandingkan dengan perlakuan pemerintah terhadap TKI, sepertinya tidak adil. Bahkan terkesan para TKI sebagai warga negara yang semestinya dilindungi tak lebih baik dari cara pemerintah melindungi seekor hewan.

Tak perlu jauh-jauh melihat sisi pembanding dari kedua makhluk ini, coba saja kita lihat bagaimana pemerintah begitu gencarnya  memberikan perlindung terhadap hewan-hewan liar yang “katanya” dilindungi negara. Dengan seperangkat undang-undang yang begitu tegasnya menghakimi para pelaku penjualan terlarang tersebut. Bahkan ketika para hewan ini dipelihara justru penghidupannya justru lebih mulia dari pada kehidupan manusia itu sendiri.

Pun dapat kita lihat dalam menangani persoalan kemanusiaan dan kehewanan. Manusia seringkali dianggap sampah yang selalu ditempatkan pada situasi yang “merana” karena tak terpenuhinya kebutuhan hidup mereka lantaran sulitnya mencari penghasilan. Akan berbeda pula dengan bagaimana negara menjamin kehidupan hewan liar di tempat penangkaran selayaknya makhluk yang mulia melebihi kemuliaan manusia itu sendiri. Ketika di antara saudara-saudara sesama manusia harus menahan lapar, ternyata hewan-hewan tersebut mendapatkan perlakuan yang sangat manusiawi. Tapi ketika manusia mengalami siksaan seakan-akan perlakuan mereka seperti kepada seekor hewan. Tak terlalu peduli bahkan dinggap tak berguna.

Jika kita melihat betapa banyak masyarakat Indonesia yang harus bersusah payah bekerja ke luar negeri dengan meninggalkan keluarga mereka. Meninggalkan kewajiban sebagai istri, orang tua dan anak dari orang tua mereka. Demi mencari kehidupan yang baik karena sulitnya mencari kehidupan di tanah air. Padahal sebagai bangsa yang “katanya” tanah kita tanah surga, sepantasnya bumi yang kaya ini mampu menghidupi warganya menjadi amat sejahtera dan berkecukupan. Tak perlu lagi mengadu nasib menjadi seorang PRT dengan taruhan nyawa dan siksaan yang pedih, jika di tanah air sendiri pemerintah “sanggup” mencukupi kebutuhan hidup dan memenuhi kebutuhan pekerjaan warga negaranya.

Tak sulit pula kita melihat bagaimana para hewan itu dipelihara dengan amat mulia, seekor anjing pun bisa menikmati daging dan susu setiap hari, tapi para pembantu rumah tangga mereka justru menikmati makanan yang hewanpun tak sudi memakannya.
Sebuah fakta riil, tatkala manusia justru derajatnya lebih rendah dari hewan. Manusia yang diciptakan Allah SWT sebagai khalifah yang semestinya mendapatkan tempat yang lebih layak daripada kehidupan hewan yang sepatutnya mereka diperlakukan selayaknya hewan.

Apakah hal ini merupakan bentuk pergeseran nilai-nilai kemanusiaan?

Negara-negara yang notabene negara “berkedok” Islam sering kali justru menunjukkan kerendahan budi pekerti warga negaranya. Mereka menganggap ajaran Islam yang sempurna itu hanya diperuntukkan pada Tuhan saja tanpa membumi dan memberikan rahmat kepada manusia yang lainnya. Termasuk di dalamnya para pekerja (TKI)yang berani berjuang di negeri orang demi sebuah kehidupan yang lebih baik.

Begitu banyaknya penyiksaan di Malaysia, Arab Saudi, Kuwait, bahkan Indonesia sendiri yang “katanya” adalah negara yang memiliki penduduk muslim terbesar ternyata pun jauh dari kata beradab. Manusia-manusia pekerja tak dihargai selayaknya manusia sebenarnya. Boleh jadi justru mereka dianggap sebagai “budak” yang pantas dipekerjakan secara massal dan tanpa dihargai kerja keras dan kucuran keringatnya. Padahal perbudakan sudah dihapuskan oleh Nabi Muhammad SAW, sebuah peristiwa tatkala manusia semakin dihargai sebagai makhluk terhormat.

Fakta inilah yang patut menjadi keprihatinan, apakah kekerasan, pelecehan terhadap pekerja (TKI), dan tidak memberi upah pada pekerja tak sebanding dengan kerja kerasnya telah diajarkan dalam Islam? Tentu saja semua orang Islam yang mengakui kebenaran Al-Qur’an dan hadits akan sepakat bahwa segala bentuk perbuatan zalim terhadap para pekerja sangat-sangat diharamkan.

Kembali kepada kondisi negara-negara muslim, saya sangat khawatir bahwa negara-negara tersebut hakekatnya justru melenceng dari makna rahmatin lil’alamin sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka menghukum seseorang yang membunuh padahal sosok tersebut adalah seorang wanita yang diciptakan dengan ketidak berdayaan melawan majikannya. Ketika begitu lamanya mereka merasakan siksaan yang begitu lama maka tak dapat dipungkiri setiap orang yang berakal akan melawan dengan konsekuensi bertentangan dengan hukum itu sendiri. Memang benar membunuh adalah diharamkan dan dilarang menurut hukum negara, apalagi sesama umat Islam. Tapi apakah patut pula ketika segolongan umat yang “katanya” beragama Islam justru perbuatannya jauh dari ajaran Nabi Muhammad SAW. Mereka menyiksa, melecehkan bahkan memperkosa terhadap para pekerja wanita mereka? Sesesuatu yang sangat ironis.

Dan sayang sekali, Indonesia yang semestinya melindungi warga negaranya seperti tak berdaya, membiarkan rakyatnya bekerja sekaligus mengantarkan nyawa mereka di tiang gantungan atau di pancungan. Padahal sejatinya negara ini menjamin kehidupan warga negaranya sebagaiaman tertuang dalam UUD 1945. Dan kenapa tak sepatutnya rakyat sendiri dipekerjakan di negeri sendiri? Dan mendapatkan penghidupan yang layak sebagai manusia? Bukan justru kehidupan yang amat rendah melebihi hidupnya seekor hewan. 

Sebagai penutup tulisan ini Rasulullah pun bersabda :

Ada tiga golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi musuhku. Barangsiapa menjadi musuhku maka aku memusuhinya. Pertama, seorang yang berjanji setia kepadaku lalu dia ingkar (berkhianat). Kedua, seorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan uang harga penjualannya. Ketiga, seorang yang mengkaryakan (memperkerjakan) seorang buruh tapi setelah menyelesaikan pekerjaannya orang tersebut tidak memberinya upah.  (HR. Ibnu Majah)


Salam
Metro, 02/04/2014