Rabu, 17 Juni 2015

Esok Bulan Ramadhan Tiba, Siapkan Diri Untuk Ikhlas



Alhamdulillah, kemarin malam, kementerian agama bersama beberapa perwakilan ormas islam serta perwakilan duta besar dari negara-negara Islam, mengadakan sidang itsbat untuk menentukan datangnya bulan suci Ramadhan. Seperti biasa, didahului dengan diskusi yang cukup alot, akhirnya awal Ramadhan 1436 hijriah tepat hari Kamis, 18 Juni 2015.

Semua organisasi Islam sepakat untuk mengikuti hasil sidang itsbat tersebut dan tidak ada riak-riak perdebatan yang panjang. Berbeda dengan penentuan awal Ramadhan yang biasanya harus berdebat dahulu antara pemerintah (yang notabene mewakili suara NU) dengan menggunakan metode ru'yah, sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab, dimana penentuan awal Ramadhan melalui perhitungan matematis dan mengikuti ilmu astronomi.

Perbedaan yang sering terjadi tetaplah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari semangat kebersamaan dari penganut Islam sendiri. Karena perbedaan pun hakekatnya adalah rahmat seperti apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Beruntung tahun ini, awal semua elemen organisasi Islam di Indonesia bersepakat untuk menetapkan awal puasa tersebut bersamaan. Sehingga tidak menimbulkan konflik di tingkat akar rumput atau masyarakat bawah.

Terlepas dari fenomena perbedaan dan persamaan penentuan awal Ramadhan, ada beberapa hal yang semestinya tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi umat Islam sendiri. Di mana fenomena akhir-akhir ini menjadi persoalan yang sepertinya akan mengundang segudang pro dan kontra terkait kondisi ekonomi dan terkait hak-hak penganut agama lain, yang tentu saja kaum muslimin harus berlapang dada atau ikhas ketika tengah menghadapi puasa Ramadhan.

Pertama, kondisi ekonomi yang kurang stabil terkait naiknya harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, turut memicu keresahan tersendiri. Di mana seperti biasa tatkala memasuki bulan suci Ramadhan semua harga barang termasuk sembilan bahan pokok ikut merangkak naik. Tentu saja persoalan ini turut memicu keresahan bagi umat Islam sendiri. Meskipun penganut agama lain pun merasakan dampak yang sama.

Melihat fenomena harga yang mulai melambung, semestinya umat Islam tetap fokus bagaimana beribadah yang baik meskipun harga-harga cukup menyita perhatian. Apalagi saat ini presiden dengan peraturan presiden (Perpres) telah menetapkan harga-harga bahan pokok sesuai dengan aturan pemerintah.

Jika pada mulanya harga tidak dapat dikontrol pemerintah, mulai saat ini, pemerintah bisa melakukan kontrol dan mengawasi harga di pasaran dan kemudian melakukan pengendalian agar harga-harga tersebut agar tidak melampaui daya beli masyarakat. Harapannya, masyarakat selaku konsumen maupun produsen bisa menggunakan standar harga itu dalam melakukan aktifitas ekonominya.

Namun, demikian, apalah artinya standar harga yang ditetapkan pemerintah, jika masyarakat sendiri khususnya pedagang, justru memanfaatkan kebutuhan mendesak konsumennya dengan mempermainkan harga. Dampaknya meskopun harga sudah dikontrol dan diatur pemerintah, maka kemungkinan besar harga-harga tetaplah naik seiring dengan prilaku pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan berlimpah di tengah-tengah kesulitan masyarakat.

Puasa Ramadhan, sejatinya menghendaki umat Islam tetap memegang prinsip bahwa berbisnis haruslah menolong sesama. Menyediakan kebutuhan masyarakat tanpa merugikan pembelinya dengan harga-harga yang terlampau tinggi.

Akan berpahala, jika para pedagang tidak menaikkan harga semau sendiri, demi memberikan kesempatan pada konsumen agar memperoleh kebutuhannya tanpa tekanan harga yang tak mampu dijangkau.

Bersambung...

Tidak ada komentar: