Jumat, 29 November 2013

Polwan Berjilbab, Semoga Karena Ibadah dan Bukan Latah


Polwan Berjilbab / Republika.co.id


Trending berita beberapa hari ini adalah menyangkut dikenakakannya jilbab oleh Polwan di satuan POLRI yang tentunya isu tentang permohonan diperbolehkannya jilbab oleh seorang anggota kepolisian sudah banyak dilakukan oleh polisi wanita di luar negeri. Karena keberadaan jilbab yang nota bene merupakan identitas Islam sepertinya sudah menjadi identitas tersendiri bagi aparat keamanan dari jenis kelamin perempuan. Walaupun pemakaian jilbab mendapatkan tanggapan yang beragam baik berupa tanggapan yang menilai positif penggunaan hijab atau kerudung ini dalam dinas kepolisian atau bahkan sebaliknya berisi sangkaan negatif.

Beberapa tanggapan positif dan negatif yang muncul baik di tengah masyarakat maupun di jagat media adalah disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang menganut bermacam-macam  agama. Sehingga dengan penggunaan jilbab tersebut terkesan Indonesia telah di-Islamkan. Padahal kita tahu kebebasan beragama amat dijunjung tinggi dalam negara berbhineka tunggal ika ini. Apalagi saat ini pemakaian jilbab merupakan sebuah trend positif dan budaya yang patut dilestarikan. Meskipun seorang berjilbab tidak menjamin seseorang itu benar-benar seorang muslim, lantaran ada banyak pelecehan terhadap Islam lantaran aksi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang berjilbab. Sehingga tidak menjamin perempuan yang berjilbab adalah seorang muslim. Setuju kan?

Penggunaan jilbab di Indonesia bagi pekerja pemerintah khususnya aparat kepolisian sejatinya sudah dilakukan oleh kepolisian di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) karena di Provisinsi di paling barat Indonesia ini memang dari awal bersikukuh ingin menerapkan syariat Islam dengan sebenar-benarnya. Sehingga pantas saja NAD menjadi provinsi yang mendapatkan spesialisasi tertentu terhadap penerapan ajaran agama Islam. Begitu pula dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah di mana karena undang-undang dan hukum yang dianut rata-rata adalah hukum Islam maka secara otomatis para Polwan pun memakai jilbab karena terikat dengan aturan yang berlaku di sana.

Kembali pada persoalan penggunaan jilbab yang menurut bahasa lain disebut hijab hakekatnya merupakan sarana untuk menutup aurat bagi muslim perempuan. Tidak memandang siapa dan darimana mereka berasal bahkan tidak memandang jenis apa pekerjaan mereka. Sehingga penggunaan jilbab ini amatlah mutlak diwajibkan oleh seorang muslimah. Akan tetapi karena memang pemahaman tentang kewajiban berjilbab serta jenis jilbabnya masih penuh pro dan kontra antara wajib dan sunnah makanya sejak dari dahulu penggunaan jilbab ini tidak diwajibkan di Indonesia. Namun akhir-akhir ini karena semakin banyaknya aksi kekerasan terhadap perempuan maka menuntut dipergunakannya jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja tujuannya untuk menghindari maksiat bagi seorang laki-laki dan kejahatan pelecehan seksual bagi seorang perempuan.

Akan tetapi bagi seorang polisi wanita, apakah penggunaan jilbab ini efektif jika dikaitkan dengan penghindaran terhadap perkara kemaksiatan? Tentu saja hal ini juga tidak perlu menjadi permasalahan lantaran dalam berdinaspun seorang perempuan dapat menyentuh lawan jenisnya dalam tanda kutip bukan berzina. Karena bersentuhan kulit  ketika bertugas adalah dima’fu’ atau dimaafkan. Seperti halnya seorang dokter wanita yang tengah mengobati pasien laki-laki yang tentu saja dapat melihat bahkan menyentuh aurat pasiennya.

Selain tidak perlu ada kekhawatiran terkait bersentuhannya seorang polisi wanita dengan korban atau pelaku kejahatan sejatinya ada banyak media yang dapat digunakan oleh seorang polisi seperti adanya sarung tangan yang jelas-jelas menghindari bersentuhannya kulit dengan yang bukan mukhrim, menghindari bersentuhan merupakan bagian dari menjaga kesucian wanita muslim atas kaum adam. 

Berjilbab jangan karena latah tapi murni ibadah

Sekali lagi bahwa penggunaan jilbab merupakan syariat agama Islam, dengan tujuan untuk semata-mata menutup aurat dan menunjukkan bukti sebagai pengabdian sebagai seorang muslim. Walaupun ada yang beranggapan bahwa penggunaan jilbab sebagai budaya bangsa Arab, akan tetapi hakekatnya menjaga kesucian wanita dari pandangan pria yang bukan mukhrim adalah diwajibkan.

Oleh karena itu barangsiapa yang mengamalkan ajaran pemakaian jilbab ini tentu saja satu bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Apalagi saat ini ada banyak pelecehan seksual yang terjadi pada kaum hawa akibat ulah dari sebagaian pria yang terangsang dengan ulah para wanita yang suka mengumbar aurat. Korbannya tidak hanya wanita yang “telanjang” saja akan tetapi wanita berjilbab pun menjadi korbannya. Sehingga pemakaian jilbab ini merupakan langkah nyata menjaga kesucian wanita dan menghindarkan diri dari syahwat seorang pria.

Sebagai institusi yang sarat dengan beban tugas yang berat, sejatinya penggunaan jilbab tidak semata-mata karena takut dibilang tidak islami, karena hakekatnya Islam itu tidak hanya ditunjukkan oleh pemakaian jilbab, karena sejatinya pembentukan kepribadian berasal dari dalam qalbu (hati) yang senantiasa terjaga kesuciannya.

Sehingga dengan menggunakan jilbab semestinya juga harus menutupi seluruh bagian tubuh wanita, termasuk menjaga kemaluan dan tentu saja menjaga hatinya. Toh, akhir-akhir ini ada banyak prilaku masyarakat berjilbab yang ternyata jauh dari nilai-nilai Islam yang kaffah, mereka menilai memakai jilbab hanya seputar trend berpakaian tapi kering dari sisi hakekat.

Rambutnya ditutupi jilbab tapi bagian tubuh yang lain ternyata diumbar dan yang lebih buruk lagi ketika rajin memakai jilbab tapi hatinya penuh iri dan kedengkian. Sehingga akhir-akhir ini ada banyak kaum perempuan yang tidak menunjukkan etika ke-jilbab-annya sebagai wanita shalehah akan tetapi menggunakan jilbab hanya sebagai kedok semata. Sesuatu yang naif dan sangat-sangat memalukan.

Pemakaian jilbab bagi seorang Polwan hakekatnya juga harus pula sebagai bagian gaya hidup yang baik dan pola prilaku yang mengikuti bagaimana mereka berpakaian. Jangan sekedar pamer mode dan unjuk model baru dalam berpakaian. Dan tidak pula latah karena ikut-ikutan gaya wanita muslim kekini-kinian. Jadi ketika mereka menunjukkan keshalehannya dalam berpakaian semestinya juga menunjukkan keshalehannya dalam berprilaku dan berkepribadian.

Wassalam